Mohon tunggu...
Diba Komandoko
Diba Komandoko Mohon Tunggu... -

Just an amateur web content writer. Nothing more or less..

Selanjutnya

Tutup

Catatan

PeGe^RI

7 Desember 2013   17:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:12 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk permulaan saya akan memberikan sebuah pengakuan jika saya adalah seorang guru amatir yang bahkan terhitung amatir untuk seorang guru amatir. He. Saya menyandang status sebagai seorang guru SD disebuah sekolah swasta sejak Juli tahun ini. Masih bisa dihitung dengan jari untuk urusan pengalaman, jam terbang (Emang pilot?), apalagi gaji (*yang ini ada bukti fisiknya).wkwk. Pada intinya saya guru amatir. Titik.

Nah, sebagai seorang guru amatir, peringatan Hari PGRI beberapa waktu lalu memberikan kesan tersendiri bagi saya. Mengapa? Alasan pertama, (honestlty) saya baru tahu tentang peringatan hari itu (*secara guru amatir), kedua, saya baru tahu jika sekolah dimana saya mengajar merayakannya, dan ketiga, saya juga baru tahu jika guru-guru di sekolah lain libur pada hari itu. Alasan pertama bagi saya tidak terlalu memalukan karena teman sekamar saya (yang juga guru disini) sama-sama tidak mengetahui peringatan hari itu. Alasan kedua cukup mengagetkan saya. Ada ritual suap-suapan kue dari guru ke murid juga (yang menurut saya harusnya dari murid ke guru, secara memperingati hari guru). Acara berjalan cukup khidmat sampai bapak Yayasan (yang juga penyumbang utama kue), meminta seorang murid untuk menyanyikan hymne guru. Saya yang tadinya cengar-cengir, jadi diem terpaku, membisu, burket, dan lengket. Syair itu lagu ternyata bagus banget, apalagi bagian terakhirnya. Sebetulnya suara murid yang ditunjuk bapak nggak ancur-ancur banget sih (means ancur juga berarti tapi nggak ‘banget’) tapi secara dia apal lirik lagunya, jadi termaafkanlah =) Lagu itu membuat seorang guru menitikkan air mata. Wait, bukan saya. Temen saya. Bukan temen sekamar saya juga. Temen saya lagi. Halah. Ribet. Temen saya itu terharu. Entah karena tersentuh oleh liriknya, atau karena suara penyanyinya yang... Hehe. (peace). Yang jelas, ada precious moment yang precious banget apalagi bagi guru amatir seperti saya. Saya merasa ada lingkaran kuning yang bercahaya di atas kepala dan dua sayap buluk nyembur dari punggung. He. Saya merasa tidak salah memilih pekerjaan ini, merasa beruntung diberi kesempatan menjadi diri saya saat ini, dan merasa beruntung karena dapet kue gretong. Bahkan itu tidak terhapuskan setelah tahu guru-guru ditempat lain pada libur. Whehehe. By the way, saya merasa guru itu benar-benar pekerjaan mulia bukan hanya dari ungkapan orang bijak tapi karena lirik hymne guru. He. Bukan, guru itu pekerjaan mulia. Memang. Selamat Hari Guru (biar telat) buat semua guru di dunia.

Salam geje

Diba Koma

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun