Sukuk atau obligasi syariah adalah surat berharga sebagai instrumen investasi yang diterbitkan berdasarkan suatu transaksi atau akad syariah yang melandasinya (underlying transaction), yang dapat berupa ijarah (sewa), mudharabah (bagi-hasil), musyarakah, atau yang lain.Â
Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor: 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah menjelaskan Sukuk merupakan suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang sukuk yang mewajibkan emiten membayar pendapatan kepada pemegang sukuk berupa bagi hasil/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Indonesia telah menerbitkan Sovereign Green Sukuk pertama di dunia pada tahun 2018 dengan nama Global Green Sukuk. Tak tanggung-tanggung, penerbitan tersebut mendapatkan penilaian Medium Green oleh Centre for International Climate and Environmental Research, sebagaimana disampaikan oleh Plt. Kepala Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Dian Lestari dalam sambutannya.
Hasil penerbitan Sukuk Hijau Republik Indonesia Tahun 2018 tersebut berharga senilai 1,25 Miliar USD dan secara eksklusif akan didistribusikan ke proyek ramah lingkungan sesuai Kerangka Hijau (Green Framework) Republik Indonesia.Â
Penerbitan ini dilegitimasi sebagai Sukuk Hijau negara pertama di dunia dengan investor yang tersebar di seluruh dunia yaitu: 32% pasar islam, 25% pasar Asia, 15% Eropa, 18% Amerika Serikat, dan 10% Indonesia.
Direktur Pembiayaan Syariah DJPPR Dwi Irianti H. menyatakan bahwa, investor Green Sukuk mengalami peningkatan di tahun 2018 dan 2019 masing-masing 29% dan di tahun 2020 meningkat 34%. Hal ini menandakan adanya peningkatan minat masyarakat dalam investasi sukuk ini.
Berdasarkan kerangka Hijau Indonesia, terdapat 9 sektor yang dapat dibiayai oleh Obligasi/Sukuk Hijau, yaitu: energi terbarukan, pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan, efisiensi energi, pariwisata hijau, ketahanan (resilience) terhadap perubahan iklim, bangunan hijau, transportasi berkelanjutan, pertanian berkelanjutan dan pengelolaan limbah dan energi limbah.
"Inisiatif ini selaras dengan tujuan Indonesia untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan", ujar Dwi Irianti.
Sejalan dengan pernyataan tersebut, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brojonegoro, yang juga memberikan keynotes dalam siaran pers dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi pada 10/12/2018 yang intinya, saat ini Indonesia mendorong pembangunan ekonomi rendah karbon, yaitu melalui pembangunan rendah emisi, efisiensi energi, meningkatkan efisiensi pertanian, mengatasi pembalakan liar, dll.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H