Ketika masuk ke Sekolah Menengah Atas (SMA), disana aku bertemu dengan Bu Indri, seorang guru sejarah yang membawaku terhanyut dalam nostalgia masa lalu. Dengan gaya pengajarannya, dia berhasil menyita perhatian para siswa.
Perempuan ini masih terbilang cantik walaupun sudah ada cincin di jari manisnya. Dia bercerita seolah-olah mendongengkan anaknya dan membaqwa suasana getir taktala menceritakan kisah heroik para pahlawan, tentu dengan gaya bahasa anak muda dan diselingi canda. Pelajaran sejarah yang selama ini dinilai membosankan menjadi menarik, hingga akhirnya aku mencintai pelajaran ini.
Kali itu, dia menceritakan bahwa Indonesia dijajah selama 350 tahun oleh Belanda, sebuah waktu yang amat lama untuk ukuran penjajahan. Waktu semakin berputar, akupun terus memikirkan hal ini, apakah benar Indonesia sebegitu lemahnya hingga dijajah selama setengah abad?
Pada peraturan Tata Pemerintah Hindia Belanda (regeeringsreglement), pasal 44 tahun 1854. Disana terdapat pernyataan tertinggi dari penyusun undang-undang dalam tata negara penjajahan, yakni raja dan parlemen. Dalam pasal itu dikatakan pada paruh kedua abad 19, daerah-daerah swapraja dipandang sebagai kerajaan luar negeri yang merdeka di dalam lingkungan Hindia Belanda.
Dalam pasal tersebut juga menyatakan bahwa gubernur jenderal berdasarkan perintah raja, berwenang menyatakan perang, mengadakan perdamaian, dan perjanjian lain dengan raja-raja dan bangsa-bangsa di Hindia. Kemudian dalam pasal 25 tahun 1836 Peraturan Tata Pemerintah Hindia Belanda, pemerintah berwenang mengadakan perjanjian internasional.
Swapraja menurut KBBI adalah sebuah daerah yang memiliki pemerintahan sendiri. Sehingga, dari situ kita bisa melihat bahwa di Nusantara telah terdapat daerah yang memiliki teritorinya tau kedaulatan sendiri. Kedaulatan itu diakui oleh Perintah Kolonial Belanda pada waktu itu.
Dari pasal-pasal tersebut, parlemen Belanda mengadakan perundingan mengenai pasal tersebut, lahirlah dua kesimpulan. Pertama, menteri jajahan saat itu menyatakan "di dalam atau berdekatan" dengan Hindia Belanda terdapat raja-raja meskipun jumlahnya sangat sedikit.
Kedua, pasal tersebut tidak berlaku di luar Hindia Belanda, seperti jajahan Inggris, Spanyol, dan Portugis. Hal ini karena Pemerintahan Belanda memandang bahwa menyerang raja-raja adalah perbuatan tidak hati-hati.
Dalam Bukunya berjudul Bukan 350 Tahun Diajajah, G.J. Resink melihat fakta bahwa Belanda mengakui kedaulatan kerajaan atau negara di Nusantara seperti di Sumba, Sulawesi Selatan, Aceh, Langkat, Lingga dan daerah-daerah batak. Bahkan menurut atlas yang di gunakan tahun 1899 tanah Batak juga menjadi bagian yang merdeka.