Pesta demokrasi bagi DKI 1 masih setahun lagi tetapi riaknya telah terasa sejak lama. Para partai politik (Parpol) bergeliat mencari formula terbaik untuki mengusung satu pasangan calon Gubernur. Banyak parpol sudah menentukan sikapnya untuk mengusung calon tertentu seperti Gerindra yang mengusung Sjafrie Sjamsudin sebagai salah satu penantang Gubernur petahana Basuki Tjahja Purnama (Ahok).
Ahok sendiri telah mentasbihkan dirinya untuk maju ke jalur Independen. Bersama relawan yang menamakan diri sebagai “Teman Ahok” keduanya menjadi penantang kuat bagi parpol dalam perebutan kursi DKI 1. Relawan tersebut telah berhasil mengumpulkan 1 juta KTP sebagai syarat calon independen untuk maju.
Dalam masa baktinya yang akan habis dalam 1 tahun kedepan, telah banyak trobosan yang dilakukan oleh Ahok. Walau banyak kontroversi mengiringinya tetapi banyak perkembangan bagi Jakarta di bawah kepemimpinannya. Sebut saja “Pasukan Oranye” PPSU, satuan petugas kebersihan ini memiliki ruang lingkup kerja yang dekat dengan rumahnya karena area kebersihannya hanya di sekitaran kelurahannya.
Pemerintah Provinsi DKI (Pemprov) kali ini mencoba melakukan pendekatan humanis dengan mengambil petugas yang berasal dari lingkungan yang sama dengan area tempat tinggalnya. Alasannya sangat jelas, karena mereka tinggal di dekat tempat kerjanya, pasukan oranye tadi pasti akan bekerja dengan sungguh-sungguh menjaga lingkungannya tetap bersih karena merasa memiliki lingkungannya.
Penataan kawasan kumuh juga menjadi fokus kerja Ahok, banyak warga yang tinggal di daerah slum area dipindahkan atau digusur dari tempat tinggal sebelumnya. Tidak seperti di zaman Ali Sadikin, para warga tadi diberikan alternatif karena disediakan rumah susun dengan kualitas baik. Sehingga mereka bisa tinggal dengan aman dan nyaman di sana dengan uang sewa yang relatif rendah.
Tetapi banyak pertentangan tentang penertiban, karena banyak di antara warga ada yang belum mendapat surat penggusuran dan tidak mampu membayar iuran. Kita tidak bicara warga yang tidak menerima uang ganti rugi karena banyak diantara warga mendirikan bangunan di bantaran kali dan pinggir rel, itu merupakan wilayah ilegal dan peruntukannya juga untuk kawasan hiaju bukan pemukiman.
Kali-kali di Jakarta juga di keruk untuk mengurangi banjir yang tiap tahun melanda DKI. Bahkan, sungai yang dulunya dipenuhi oleh sampah sekarang airnya telah bergerak bebas. Bukan hanya kali, Ahok juga menyiapkan trobosan untuk membangun taman di setiap kelurahan di Jakarta. Hal ini memang di butuhkan karena Jakarta kekurangan lahan terbuka hijau sebagai tempat berinteraksinya warga dan menjadi tempat resapan air.
Pembangunan jalan layang tol dan non tol juga terus dikebut untuk mengurangi kemacetan yang selalu menjadi rutinitas di jalanan Jakarta. MRT sebagai model transportasi baru di Jakarta juga terus dikebut pengerjaannya tetapi sayangnya MRT tidak bisa menyambut datangnya Asean Games karena Ahok telah mengkonfirmasi bahwa pengerjaannya masih panjang. Beda dengan Foke sapaan Fauzi Bowo, Ahok lebih senang membeli bus dengn kualitas standart Eropa ketimbang membangun jalur baru bagi Transjakarta. Hal tersebut memang dibutuhkan mengingat bus yang ada sebelumnya belum mampu menampung membeludaknya warga setia pengguna TJ.
Kegemilangan Ahok membuat beberapa parpol gemetar, mereka berlomba menjegal langkah Ahok dalam pemilu 2017 nanti. Ditambah dengan hasil jejak pendapat di berbagai lembaga survei menunjukan popularitas Ahok masih mengungguli beberapa calon gubernur DKI selanjutnya. Dengan kekuasaan yang dipegangnya sebagai Dewan Perwakilan Rakyat mereka dengan mudahnya membuat peraturan baru yang “klise” untuk menjegal langkah penantang kuat dari jalur independen tadi. Mulai dari deparpolisasi hingga revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.