Batu nisan tak menghalangi anak-anak berlarian di tengah kota yang tidak meninggalkan sejengkal tanah untuk mereka bermain. Penonaktifan kober itu menjadi berkah tersendiri bagi anak-anak di daerah Pasar Minggu.
Bocah laki-laki di sana memanfaatkan nisan sebagai penghalang untuk main peletokan, sedang bunga kamboja yang berjatuhan dikumpulkan untuk ditukarkan menjadi rupiah. Lalu anak perempuannya memanfaatkan nisan beserta rumah kuburan untuk bermain masakan dan boneka.
Anak remaja menyulap lahan kosong tanpa nisan yang berada di tengah pekarangan kuburan sebagai tempat bermain bola kaki, terkadang mereka bermain benteng dengan memanfaatkan pohon kamboja sebagai bentengnya. Sementara emak-emak di sudut, asyik menyuapi anak yang digendongnya sambil 'ngerumpi' atau saling mengambil kutu dari rambut ubanan milik tetangganya.
Sementara para bapak? Mereka asyik main gaple sambil ngopi dan menghisap beberapa batang rokok. Ada juga yang menikmati sensasi asrinya memotong rambut DPR (Di bawah Pohon Rindang). Tukang pangkas rambut keliling memang acap kali mengambil rezeki diatas penderitaan mayat-mayat yang tidak bisa merasakan kenikmatan dunia lagi.
DPR memang memiliki daya magis, siapapun orang yang ada di dekatnya akan merasa sejuk dan segar serta ketenangan tentusaja. Pun begitu dengan para wakil di Senayan. Anggota legislatif itu asik ngerumpi disela padatnya jadwal dibawah ac.
DPR yang kita bicarakan sekarang bukan Di bawah Pohon Rindang, tapi Dewan Perwakilan Rakyat. DPR kali ini adalah lambang supremasi negara untuk memperjuangkan aspirasi rakyat atau konstituen di wilayahnya masing-masing.
Di Bawah Pohon Rindang adalah perlambang kaum melarat yang tidak bisa merasakan salon, tapi DPR Senayan? Jangan ditanya, jasnya saja jutaan. Urusan rambut yang merupakan mahkota setiap insan akan dihargai lebih mahal dibanding cukuran kaum marjinal.
Walau menjadi kacung untuk rakyat, tapi DPR lebih kaya dibanding kaum pinggiran yang notabene adalah rajanya. Janji-janji dilontarkan kepada rakyat agar memilihnya, perjanjian politik kepada partai pengusungnya agar ditempatkan pada ujung tombak dalam kertas suara saat pemilihan merupakan jurus lain agar terpilih. Menurut kabar burung, deal itu berupa berapa banyak uang yang digelontorkan kepada partai. Karena posisi itu menentukan, bung.
Namun sebagai perwakilan sebuah negara, penampilan memang mampu mencerminkan --menyilaukan lebih tepatnya-- bangsa yang bersih, ramah, rapih dan sebagainya. Apalagi posisinya sebagai perwakilan masyarakat Indonesia, bisa jadi penilaian itu digeneralisasi oleh tamu negara yang terpesona dibuatnya.
Jadi jangan heran bila uang tunjangan anggota dewan lebih besar ketimbang kuli jalan atau wartawan yang tak kenal tanggal merah. Fasilitas mewah semisal mobil dan rumah dinas jadi bukti sahih betapa negara hadir mengayomi wakil rakyat, hanya wakilnya bukan rakyatnya.