Mohon tunggu...
Diaz Abraham
Diaz Abraham Mohon Tunggu... Jurnalis - Penyesap kopi, pengrajin kata-kata, dan penikmat senja

Peraih Best Feature Citizen Jurnalis 2017 dari PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) | Sisi melankolianya nampak di Tiktok @hncrka | Narahubung: diazabraham29@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kesurupan dan Pesugihan, Kebudayaan Penohok Logika Modern

12 Januari 2017   19:31 Diperbarui: 12 Januari 2017   20:02 1117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pemujaan di Candi Prambanan (Dokumentasi Pribadi)

Pendidikan adalah salah satu pendulang pengetahuan sekaligus pencetak logika setiap manusia modern. Menurut KBBI, logika merupakan pengetahuan tt kaidah berpikir; 2 jalan pikiran yg masuk akal. Untuk itu logika tak bisa lepas dari hukum kausal atau sebab akibat yang sarat dengan panca indra.

 Sekolah menjadi sarana formal penyampaian pendidikan sekaligus pencetak logika. Keluarga, lingkungan, dan tempat les merupakan sarana informal diluar institusi sekolah untuk mendapatkan pendidikan, setidaknya keduanya adalah sarana pembuat logika manusia menurut ilmu modern.

 Selayaknya sebuah negara, Indonesia tak lepas dari pengaruh negara lain dalam membangun bangsanya. Beberapa ketergantungan itu dapat dilihat dengan mudah, namun kali ini kita harus memfokuskan masalah tersebut dalam dunia pendidikan yang telah tercemar dengan pengaruh barat.

 Disiplin ilmu ekonomi di dunia pendidikan kita amat terpengaruh dengan konsep barat, masih ingat dengan prinsip ekonomi? Modal sekecil-kecilnya dengan keuntungan sebesar-besarnya.

 Inilah prinsip ekonomi kapitalis, beda dengan komunis yang mencoba menyamaratakan pendapatan sehingga penyakit perbedaan kelas dan kesenjangan sosial tidak terjadi. Tapi apa daya, masyarakat kita jijik dengan komunis dan suka dengan sistem kapitalis tapi bermimpi mendobrak kesenjangan sosial, lucu kan?

 Selain ilmu ekonomi ala barat, pendidikan kita juga menggunakan format negara barat. Ini terlihat dari penggunaan kemampuan manusia untuk menangkap segala macam fenomena melalui panca indra untuk dijadikan sebuah disiplin ilmu dan membeentuk logika. Konsep ini persis sama dengan ilmu filsafat yang tumbuh subur disana, padahal leluhur kita sering menggunakan kepercayaan, ilmu gaib, dan pengalaman dalam keseharian memperoleh pendidikan. 

 Ketiga kebiasaan leluhur inilah yang tidak bisa dijawab oleh pendidikan ala barat dan menjerumuskan kita pada sebuah nilai buruk yaitu penghancuran budaya. Melalui pendidikan ala barat, fenomena pesugihan dan kebudayaan sejenis lainnya tak masuk hitungan, sebab keduanya bukan sesuatu yang bisa ditangkap oleh panca indra. 

 Cerita soal pemujaan di Gunung Kawi adalah satu diantara sederet contoh mengenai prosesi pesugihan, setidaknya nilai ini masih dipercaya oleh segelintir masyarakat. Gunung Kawi merupakan tujuan para pejabat dan pencari uang untuk memutus proses panjang menuju keuksesan. Banyak pejabat gila jabatan memuja roh halus disana untuk menyukseskan ambisi terpilih sebagai wakil rakyat di pemerintahan.

 Setidaknya fenomena ini merupakan cerminan bagi seseorang dengan pikiran instan. Orang-orang yang melakukan pemujaan di Gunung Kawi mencoba memutus rantai panjang yang biasa disebut proses menuju kesuksesan duniawi. 

 Bagi para pendaki, khusnya mereka yang telah menginjakan kakinya di Gunung Lawu pasti tahu maupun mengalami peristiwa aneh di area "pasar setan". Daerah yang dikelilingi pohon yang tidak terlalu tinggi dan terdapat banyak sekali batu tersebut, disinyalir sebagai pusat perkumpulan mahluk halus di daratan pulau Jawa. 

 Walau pasar dieng alias pasar setan ini berada di ketinggian 3143 MDPL, banyak pendaki yang mendengar suara gaduh persis keadaan pasar namun tidak ada orang sama disana. Keanehan lainnya adalah adanya burung jalak endemik Gunung Lawu. Burung ini tetap hilir mudik di sekitaran pasar setan padahal semakin tinggi wilayah berpengaruh terhadap menipisnya ketersediaan oksigen dan terpaan angin akan makin kencang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun