Otoriter, begitu sebutan bagi sebuah sistem pemerintahan di suatu negara yang sewenang-wenang. Dalam sistem otoriter, Presiden memiliki ke kultusannya sendiri dalam memerintah.
Saking kultusnya, tidak ada yang berani menentang perintah sang penguasa. Kekerasan menjadi ciri dari sistem pemerintahan otoriter. Angkatan bersenjata dikerahkan untuk mengamankan masa yang menentang keputusan penguasa.
Korban jiwa di negara penganut sistem otoriter akibat arogansi pemerintahan sangatlah banyak. Tengok saja peristiwa bersejarah Tiananmen di Tiongkok atau peristiwa di Indonesia ketika Orde Baru dan Orde Lama.
Masyarakat yang hidup di negara penganut sistem otoriter seakan dipaksa untuk tunduk. Jika tidak menuruti perintah Presiden, masyarakat akan dipenjarakan atau paling parah berujung pada kematian.
Dampaknya, masyarakat tidak berani menentang secara masif seperti di negara penganut sistem demokrasi. Dengan kata lain ketakutan memaksa masyarakat untuk tunduk, bukan kesadaran yang membawa masyarakat untuk tunduk.
Keterbukaan sangatlah dibatasi dalam era ini baik itu keterbukaan informasi maupun berkomunikasi satu sama lain. Hak Asasi Manusia hanyalah kata-kata semata, karena implementasinya jauh dari harapan.
Indonesia seperti yang sudah disebutkan sebelumnya pernah menganut sistem otoriter seperti ketika zaman Orla dan Orba. Mungkin orang Indonesia yang hidup hari ini masih ingat dengan gaya  kepemimpinan "The Smiling Man", Soeharto, di masa Orba. Tetapi mungkin ada yang lupa dengan gaya kepemimpinan Soekarno.
Soekarno walaupun dulu memimpin dengan cara demokrasi ala Indonesia yaitu sistem demokrasi pemimpin, implementasinya hampir sama dengan otoriter. Banyak orang hilang pada zamannya, termasuk salah satu tokoh pemikir "kiri" yang mahsyur di eropa, Tan Malaka. Pria yang sudah dinobatkan sebagai pahlawan nasional ini belum diketemukan liang lahatnya hingga kini.
Jika berbicara lebih jauh soal Tan Malaka, tokoh yang satu ini menjadi kontroversi akibat gelarnya sebagai pahlawan nasional di zaman Orba yang anti komunis. Departemen sosial pernah mengusulkan untuk menghapus namanya dari daftar pahlawan nasional kepada Presiden saat itu, Soeharto. Tetapi Soeharto menolaknya karena pemberian gelar itu dilakukan oleh Bung Karno, Presiden pertama Indonesia.
Pertanyaannya sekarang, mengapa kedua tokoh bangsa, Soekarno dan Soeharto, menggunakan sistem otoriter yang nantinya menjatuhkan keduanya dari kursi kepresidenan?