Sepak bola merupakan olahraga yang mengandalkan sistem permainan tertentu yang jadi pondasi utama dalam memenangkan pertandingan. Sistem tersebut hanya bisa bekerja jika klub memiliki pelatih dan pemain dengan kemampuan khusus dan cocok pada pola permainan.
Jika salah satu komponennya tak tersedia maka pola permainan tak akan berjalan mulus. Masalah inilah yang terjadi pada sepak bola ketika salah seorang pemain dalam sebuah klub mengalami cidera.
Setidaknya pada pekan pertama Premier League sudah ada beberapa nama pemain dengan masalah ini, terbaru menimpa Kevin De Bruyne kala Manchester City bertemu Burnley. Sang Manager, Pep Guardiola mengkonfirmasi bahwa De Bruyne mengalami cidera hamstring yang kambuh.
Hamstring adalah mimpi buruk pesepak bola khususnya Premier League. Musim lalu 118 cidera hamstring terjadi, dengan total dana yang dikeluarkan untuk pengobatan pemain mencapai  70.887.571  atau sekitar Rp 1,381 miliar.
Pemain yang musim lalu paling banyak menghabiskan dana untuk pengobatan akibat hamastring adalah Ben Chilwell (total biaya cedera 2.524.285 atau sekitar Rp 49 juta), Naby Keita (1.660.000 sekitar Rp 32 juta), Â dan Raphael Varane (1.505.714 sekitar Rp 29 juta).
Meski dana besar telah digelontorkan untuk pengobatannya, tapi cidera ini memiliki 16-60 persen kemungkinan kembali kambuh. Hamstring merupakan otot paha bagian belakang yang terdiri dari tiga bagian dan memanjang dari pinggul hingga bagian bawah lutut.
Otot ini sering cidera karena hamstring sangat penting untuk menciptakan daya ledak pemain saat berlari, menendang, dan melompat. Beban yang begitu besar pada otot ini membuat pemain sepak bola rentan mengalami masalah tersebut.
Cidera ini terjadi karena otot mengalami kelelahan akibat padatnya jadwal pertandingan sehingga para pemain kurang beristirahat. Naasnya Liga Inggris merupakan kompetisi yang paling intens secara fisik ditambah pertandingannya yang sangat banyak ketimbang 5 liga top Eropa.
Staf medis klub tak akan bisa berbuat banyak atas masalah ini. Mereka hanya bisa melakukan pencegahan karena cidera tersebut paling sering disebabkan karena beban tinggi yang dialami jaringan lunak tersebut saat para pemain memainkan laga.
Musim lalu Chelsea menjadi klub yang paling banyak mengeluarkan uang untuk mengobati para pemainnya yang cidera. Banyak penyebab tingginya cidera pemain The Blues, salah satunya pergantian kepemilikan.
Chelsea musim lalu ibarat mobil listrik yang tak semua montir bisa membetulkannya. Naasnya mereka malah memecat banyak staf medis yang telah dipekerjakan selama kepemimpinan Roman Abramovic.
Sebagai gantinya manajemen menggandeng pihak swasta untuk menggantikan mereka, tapi upaya ini tak berbuah manis. Para pemain The Blues banyak yang bertumbangan, manajemen akhirnya mempekerjakan beberapa orang yang sebelumnya mereka "buang".
Musim lalu menjadi periode buruk klub London ini dalam urusan cidera pemain selama 6 manager kebelakang. Sebelumnya tim memiliki rata-rata 5,65 cidera per 1000 menit, sedangkan periode terburuk mereka sebelumnya terjadi ketika Guus Hiddink menjadi nahkoda tim dengan rata-rata 6,5 cedera per seribu menit bermain.
Namun ketika Graham Potter mengambil alih tim, tingkat kejadian cedera hampir dua kali lipat menjadi 11,1 cedera per 1000 menit permainan. Para pemainnya melewatkan 216 pertandingan, jumlah paling banyak diantara kontestan lain, dengan jumlah hari terlewat sebanyak 1836.
Beban klub untuk pengobatan pemain mencapai 45.984.285 atau sekitar Rp 898 juta. Chelsea menyumbang empat dari 10 pemain dengan beban pengeluaran cidera komulatif semusim termahal Premier League, dua diantaranya merupakan yang teratas yakni N'Golo Kante (9.652.857 sekitar Rp 181 juta) dan Reece James (6.392.857 atau sekitar Rp 124 juta).
Sangat mudah menyalahkan orang lain dalam sebuah masalah seperti yang ditunjukkan Chelsea kepada staf medisnya yang terlihat tidak memiliki kapabilitas dalam menjaga kesehatan pemain. Akhirnya mereka jadi korban rezim baru yang dibawa oleh Todd Boehly, tak terlihat lagi nilai kebersamaan dan manajemen yang cakap dalam tindakan ini.
Pada era sepak bola yang makin kompleks dengan segala disiplin ilmu terapannya, tak adil rasanya menyalahkan satu pihak seperti masalah cidera ini. Departemen perekrutan pemain tak lepas dari tanggung jawab menjaga kebugaran fisik pemain.
Seperti yang sudah dijabarkan sebelumnya, cidera terutama hamstring bisa terjadi di masa mendatang. Rekam jejak kesehatan calon rerutan anyar menjadi salah satu alarm dalam menilai rentan tidaknya sang pemain mengingat Liga Inggris memiliki intensitas permainan yang sangat tinggi.
Namun data menyeluruh soal cideranya seorang pemain tak segampang itu didapatkan, umumnya sektor ini menjadi rahasia klub dan pemain. Seperti yang sudah disebut sebelumnya, hamstring terjadi karena beban otot yang berat, bahkan tim medis hanya bisa melakukan langkah pencegahan.
Intensitas pertandingan yang tinggi bisa diakali dengan kehadiran pemain yang sesuai dengan pola permainan baik inti maupun cadangan. Langkah ini menjadi hal penting yang dapat mengurangi risiko cidera hamstring.
Cara tersebut sukses mengantarkan Manchaster City mendapat treble winner musim lalu. Mereka berhasil memiliki skuad mempuni, sehingga Pep bisa melakukan rotasi pemain untuk mengurangi cidera di tubuh timnya.
Hanya ada dua pemain City yang memainkan 2500 menit bermain. Namun keadaan ini tak terjadi karena cidera, melainkan rotasi yang dilakukan Pep dalam memainkan tiap pertandingan.
Dengan kata lain masalah cidera tak hanya bicara soal nilai yang hilang dalam sisi permainan tim serta keuangan klub. Melalui satu permasalahan ini kita bisa melihat banyak nilai yang tercampur, salah satunya manajemen klub yang memiliki rencana jelas dalam pembangunan jangka panjang seperti City dan keegoisan pemilik untuk mendapat kejayaan lewat jalan pintas seperti Chelsea.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H