Malam makin pekat dan jam menunjukkan pukul 21.30 WIB. Namun waktu tak membiarkan sebagian penduduk Jakarta berbaring diatas ranjang empuknya. Tak seperti daerah lain yang sudah sepi senyap. Suara bising yang terdengar disana hanyalah teriak katak, nyanyian jangkrik, dan kepakan sayap nyamuk yang melengking.Â
Jakarta belum tidur tuan dan puan, mungkin anekdot ini yang bikin segelintir warganya butuh doping untuk terus semangat beraktivitas. Doping dengan efek meningkatkan semangat, stamina, dan tentunya menina bobokkan sensor mengantuk pada otak penggunanya. Doping itu bernama sabu-sabu.Â
Menurut UU no 35 Tahun 2009 tentang narkotika, sabu-sabu masuk dalam jenis narkotika golongan I. Barang yang berwarna putih ini mengkristal dengan bentuk serta ukurannya tak beraturan dan cenderung kecil, sekecil orang yang ada di hadapan saya.Â
Sebuah warung kopi kecil pinggiran Jakarta jadi saksi cerita mendebarkan ini. Sebelumnya saya sudah berkomunikasi dengan tokoh utama dalam lakon ini dan akhirnya niat pertemuan tersebut terealisasi pada (7/10). Sebelum mencapai lokasi, ia menjemput saya di rumah sebab saya tak rela motor putih kesayangan kotor terkena cipratan air, sebab Jakarta habis dilanda hujan saat itu.Â
Setibanya di sana, kami mengobrol ringan. Saya memesan minuman berenergi dingin dan dia segelas es teh manis. Awalnya saya tak tahu ceritanya akan bermuara pada salah satu perjalanan besar dalam hidupnya. Selama berbincang, suaranya bersahutan dengan knalpot, sebab lokasinya berada di pinggir jalan raya yang menjadi penghubung selatan Jakarta dan jantung peradaban Ibu Kota.Â
Dia yang dalam cerita ini akan dipanggil sebagai sosok Begu, bicara banyak soal pengalamannya baru-baru ini. Sebuah kisah yang tak terlupakan dalam hidupnya saat mengantar paket sabu-sabu seberat 1 Kg. Â
Pada akhir September gawai Begu berbunyi, ternyata satu pesan singkat masuk. Pesan yang akan membawa cerita ini kedalam bentuk kompleksnya. Pesan singkat itu ternyata datang dari kawannya, yang tinggal berdekatan dan pernah mendekam di rutan yang sama.Â
Inti rangkaian pesan itu adalah ajakan untuk membantunya membawa paket sabu-sabu dari wilayah Jakarta Utara. Maklum, kawannya ini belum keluar dari masa tahanannya dan kini masih berada di sebuah lembaga pemasyarakatan daerah Jawa Tengah, jadi butuh tangan orang kepercayaan "diluar" untuk mengambil paket berharga itu.Â
Begu awalnya diminta membawa paket itu ke daerah Jawa Tengah, kota tempat kawannya mendekam di penjara. Namun mengingat risikonya yang amat besar, ia menolak. Setelah rangkaian pesan itu, komunikasi makin intens.
Layaknya seorang pencari karyawan dan calon pekerja yang masuk tahap interview, teman Begu menghubunginya melalui metode video call dari balik jeruji. Tidak hanya Begu dan rekannya, kali ini percakapan dihadiri pula oleh sang bos, dalang di balik layar lingkaran setan yang berada di LP serupa dengan kawan Begu si penyedia lowongan kerja.Â