Saat memulai aktivitas di hari Jumat, awalnya semua berjalan biasa saja. Hanya ada ibadah Salat Jumat yang membuatnya berbeda dari kebanyakan hari dalam seminggu bagi muslimin. Namun setelah berjalan menuju rumah sepulang sembahyang, pikiran ini sirna seketika.
Sendal jepit butut saya dengan usia hampir 7 tahun bercumbu dengan aspal dan tanah di sekitaran rumah dibuat heran. Ia berhenti didepan tumpukan tanah bekas galian sumur resapan di tempat yang biasa dilalui warga Kelurahan Jatipadang, khususnya Karang Pola IV.
Jalan tersebut merupakan jalan komplek yang tidak kenal dengan banjir atau genangan air. Namun ada lokasi di dekat sana ---jika dilihat dari gambar, ada jalan belok kiri. Kontur tanahnya menurun dan membentuk cekungan--- yang akrab dengan aliran air juga genangan.
Alas kaki yang sudah usang dan mungkin selalu berteriak pensiun ini meratap. Ia dengan kekuatan seadanya masih digunakan sang pemilik karena alasan pemaksimalan, sedangkan galian yang sudah pasti menyedot anggaran mungkin tak memperhatikan kemanfaatan.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI menargetkan pembangunan 22.292 titik sumur resapan selama tahun 2021. Namun hingga Oktober 2021, realisasinya baru sekitar 12 ribu titik. Percepatan pembangunan menjadi fokus pemimpin Jakarta, tapi ia seakan lupa kalau lokasi yang tak strategis membikin proyek ini tidak optimal.
Sumur resapan menjadi komoditi pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) 2017. Para calon mengusung ide membangun sebanyak-banyaknya sumur resapan di Ibu Kota, sebab fungsi lubang tersebut sangat penting bagi pengendalian air baik di permukaan maupun di dalam tanah.
Sumur resapan diciptakan untuk membantu sebuah daerah mengurangi titik banjir dan genangan saat musim hujan tiba. Fungsi lainnya yakni sebagai penyedia air tanah bagi warga yang tinggal di lokasi kekurangan air.
Lubang sumur ajaib ini berguna agar air cepat masuk ke dalam tanah, akhirnya mengganti air tanah yang selama ini kita gunakan sehari-hari. Muka air tanah menjadi stabil sehingga mengurangi kemungkinan sebuah daerah mengalami penurunan daratan seperti yang dialami Jakarta hingga kini.
DKI yang sudah bertransformasi sebagai kota modern dengan gedung pencakar langit sebagai primadonanya jelas kekurangan resapan air berupa lahan kosong. Pembangunan sumur resapan air hujan menjadi jawaban dari banyak cekcok antara Jakarta dengan air yang terlampau akut.
Mudahnya, cara kerja sumur resapan akan menampung air yang lewat di atasnya dengan bantuan gravitasi, banjir, hingga genangan. Sehingga penutup sumur resapan ini harus berada di bawah permukaan tanah agar kerjanya optimal memasukan air.