Mohon tunggu...
Diaz Abraham
Diaz Abraham Mohon Tunggu... Jurnalis - Penyesap kopi, pengrajin kata-kata, dan penikmat senja

Peraih Best Feature Citizen Jurnalis 2017 dari PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) | Sisi melankolianya nampak di Tiktok @hncrka | Narahubung: diazabraham29@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sepersen Perbedaan

13 Februari 2017   03:10 Diperbarui: 13 Februari 2017   03:43 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Akulah generasi instan
Kepala tertunduk pertanda keangkuhan
Akulah generasi penghamba layar
Kata-kata dikultuskan tanpa nalar

Modernisasi adalah keladi
Otak gorila itu serupa keledai
Semua percaya kebenaran miliknya
Padahal benar salah adalah jodoh-Nya

Pencarian kebenaran tak akan kelar
Selama angan dan ingin betebaran dilayar
Kita berseteru tanpa tikaman jarak waktu
Palagan baru menjadikan kebenaran bermahkotakan isu

Puncak jenuh lambat menghilang
Isu dilahap demokrasi sungsang
Layar berganti kertas suci
Paku layaknya kata bertaji 

Kita dihadapkan pada kebenaran diri
Harapan berada dibalik bilik sunyi
Guna memapah pertiwi yang limbung
Fajar baru akan menyingsing

Tapi belum tentu perang suci berhenti
Kebenaran sang fajar bisa jadi sangsi
Fondasi koyak membawa lara menganga
Anaknya wajib terbuka demi ibunda

Kita kadung berkutat pada beda
Padahal palagan berkaca warna bunga
Maret atau Mei tergantung jodoh-Nya
Ibunda menyerahkan kita mengurusnya

 

(D.A)

13 Februari 2017

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun