[caption caption="www.republika.co.id"][/caption]Arus balik lebaran memang sudah berakhir kemarin, tetapi arus balik sendiri masih menyimpan satu momok besar bagi Jakarta yaitu pertambahan penduduk. Pertambahan penduduk "dadakan" sering terjadi di Jakarta, ini terjadi lantaran banyak warga Jakarta yang membawa oleh-oleh dari kampung halamannya berupa manusia.
Iya, memang benar, Jakarta menjanjikan banyak mimpi bagi manusia Indonesia. Jakarta sebagai Ibu Kota Negara sekaligus pusat ekonomi Indonesia memberikan banyak pembaruan dan terutama lapangan pekerjaan yang sulit didapat di kampung halaman.
Hal ini memang menjadi kelebihan Jakarta dibanding dengan kota lain sekaligus ironi. Jakarta sebagai maskot di sisi lain menanggung perekonomian Indonesia dan manusia-manusia di dalamnya.
Apakah kalian masih ingat dengan terkuaknya pengemis beromset puluhan juta ketika dirazia oleh petugas Satuan Pamong Praja? Itu membuktikan betapa mudahnya mendapatkan uang di Jakarta.Â
Lihatlah kemacetan yang selalu menjadi momok Jakarta di waktu sibuk, saat jam masuk dan pulang kerja, itu menunjukan bahwa banyak warga dari sekitaran Jakarta seperti Jabodetabek yang mengadu nasib di Jakarta. Kenapa demikian? Lapangan pekerjaan yang belum merata menjadi penyebabnya.
Dampak lain dari banyaknya pendatang dengan keahlian yang kurang adalah semakin maraknya kriminalitas di Jakarta. Bayangkan saja setiap hari di semua media masa selalu didapati berita tentang kriminalitas yang makin hari makin mengerikan di Jakarta.Â
Kepadatan penduduk juga mengundang maraknya bangunan-bangunan liar di Jakarta. Kita pasti. Sering mendapati bangunan-bangunan di sepanjang rel kereeta yang jelas-jelas tidak diperuntukan di bangun rumah.Â
Lebih mengenaskan lagi jika Kalian adalah pengguna moda transportasi kereta api. Jika kalian sering menggunakan kereta arah Stasiun Tanah Abang, pasti melewati stasiun karet yang tak jelas rimbanya.
[caption caption="m.tempo.co"]
Masalah urbanisasi ini memang sudah terjadi sejak jaman dahulu, berbagai kebijakan pun sudah dilakukan. Walaupun begitu, masalah kepadatan penduduk masih saja terjadi.
Zaman Ali Sadikin, masalah kepadatan penduduk ini ditanggapi dengan pemberlakuan "Kota Tertutup". Kebijakan ini dimaksudkan sebagai usaha pemerintah Jakarta untuk menangkal pendatang yang datang ke Jakarta.Â