Mohon tunggu...
Diaz
Diaz Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya sangat menyukai bersosialisasi dengan baru dan memahami sejarah sejarah terdahulu

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Jejak Anatomi Manusia dan Komunikasi Ritual: Memahami Warisan Fosil Tengkorak di Indonesia

13 November 2023   02:00 Diperbarui: 13 November 2023   04:13 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendahuluan :

Manusia telah ada sejak jutaan tahun yang lalu. Selama jutaan bahkan hampir miliaran tahun itu juga terdapat peninggalan-peninggalan yang ditinggalkan oleh para manusia sebelumnya, peninggalan tersebut dapat berbentuk kebudayaan, bangunan, senjata, atau bahkan anatomi tubuh manusia itu sendiri. Biasanya peninggalan anatomi tubuh manusia berbentuk tulang, baik tulang tangan, badan, kaki, atau kepala yang biasa disebut tengkorak. Sisaan anatomi tubuh manusia yang berbentuk tulang kepala atau yang biasa disebut Fosil tengkorak merupakan peninggalan berharga dari masa lalu, bukan hanya menjadi jejak anatomi manusia di era sebelumnya, tetapi juga merupakan kunci rahasia menuju pemahaman tentang beberapa zaman yang ada di Bumi. Dengan memandang ke belakang melalui lensa tulang dan fosil tengkorak, kita dapat memahami konteks komunikasi ritual dari salah satu kebudayaan yang ada di Indonesia serta memahami bermacam-macam perjalanan yang ada pada jutaan tahun yang lalu di bumi ini. Artikel ini akan membimbing kita melewati koridor waktu fosil tengkorak di Indonesia, mengungkapkan salah satu fungsi komunikasi ritual dari kebudayaan yang ada di Indonesia.

Isi :

Sisaan jejak mahluk hidup yang berupa tulang kepala atau fosil tengkorak ini ditemukan di Indonesia diperkirakan sejak zaman kuarter 600 ribu tahun yang lalu. Zaman kuarter adalah periode terakhir di era Neozoikum atau Keinozoikum dalam skala waktu geologi. Zaman ini dibagi menjadi 2 era yaitu, era Divullium dan era Alluvium

Pada era Divullium keadaanya alamnya belum sempurna. Era ini juga disebut dengan zaman es karena es dari kutub utara dan Selatan meluas sehingga menutupi daratan. Era Divullium dibagi menjadi 3 bagian yaitu, Divullium bawah yang meninggalkan 4 fosil tengkorak manusia purba, seperti Meganthropus paleojavanicus, Pithecanthropus dubuis, Pithecanthropus robustus, dan Pithecanthropus mojokertensis. Setelah itu ada bagian Divullium Tengah yang meninggalkan fosil tengkorak manusia purba Pithecanthropus erectus, Dan bagian terakhir yaitu, Divullium atas yang meninggalkan fosil tengkorak Homo soloensis dan Homo wajakensis.

Selain era Divullium terdapat juga era Aluvium. Era Aluvium ini merupakan era dimana keadaan bumi sudah mulai berkembang. Dimana berbagai jenis Flora dan Fauna sudah mulai berkembang. Di era ini juga meninggalkan fosil tengkorak manusia purba jenis Homo Sapiens.

Fosil tengkorak ini pun sangat erat kaitanya dengan komunikasi ritual. Bagaimana tidak? banyak sekali kebudayaan yang menggunakan fosil tengkorak ini sebagai salah satu benda yang di sakralkan pada upacara adat mereka. Baik dalam upacara adat untuk menghormati leluhur ataupun upacara adat untuk menginterpretasikan kehidupan setelah kematian. Sebagai contoh adalah upacara adat Ngampeken Tulan-tulan dari Masyarakat Karo upacara adat ini dilakukan dengan cara mengambil tulang tengkorak dan kerangka para leluhur untuk ditempatkan pada kuburan rumah atau kuburan yang lebih baik. Hal ini dilakukan untuk menaikkan status para leluhur (yang diangkat tulang bangkainya). Dengan contoh berikut fosil tengkorak ini sangat relevan kaitanya dengan nilai nilai masa sekarang sebagai pemahaman warisan budaya yang sudah dilakukan oleh Masyarakat Karo sejak zaman nenek moyang mereka yang tidak akan mereka tinggalkan, selain itu fosil tengkorak juga erat kaitanya sebagai penghargaan terhadap kematian dan siklus hidup, Upacara Ngampeken Tulan-tulan dapat membantu Masyarakat Karo mengembangkan nilai-nilai penghormatan terhadap kematian, menghadapi siklus hidup, dan menghargai setiap tahap kehidupan.

Penutup :

Melalui lensa tulang dan fosil tengkorak, kita bukan hanya melihat jejak anatomi manusia di masa lalu, tetapi juga menyaksikan warisan budaya yang terus dijaga. Komunikasi ritual yang terjalin dari fosil tengkorak menjadi saksi bisu kearifan nenek moyang, memberikan makna bagi nilai-nilai masa kini. Sebagai manusia yang hidup di zaman modern, kita harus terus belajar dari masa lalu, merajut kembali benang-benang kehidupan yang membentang dari jutaan tahun yang lalu. Dengan itu, fosil tengkorak tidak hanya menjadi benda kuno, melainkan kunci rahasia yang membuka pintu mengenai pemahaman diri dan penghargaan terhadap warisan budaya yang mengikat kita sejak zaman nenek moyang.

Referensi :

Devita Savitri. (2023, March 15). Sejarah Penemuan Manusia Purba dan Jenis-jenisnya di Indonesia. Retrieved November 12, 2023, from detikedu website: https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6619657/sejarah-penemuan-manusia-purba-dan-jenis-jenisnya-di-indonesia/amp

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun