Kata ini begitu mudah terucapkan. Kata paling mudah untuk menyalahkan pihak lain jika terasa ada yang tidak maksimal.
“Pencapaian dan produktifitas tidak tercapai karena pihak ini tidak konsisten untuk menjalankan apa yang sudah digariskan… bla.. bla..”
“Pelayanan tidak maksimal dilakukan karena pihak pemberi pelayanan tidak konsisten menerapkan standar layanan yang sudah ditetapkan…..”
“Wajar kamu gagal untuk menurunkan berat badanmu. Kamu tidak konsisten untuk menjaga pola makan dan olahraga ….”
Masih banyak lagi kejadian dalam kehidupan kita yang terkait dengan ‘konsistensi’. Mudah ditemukan dan diucapkan sebagai kambing hitam dalam setiap kegagalan. Jangan-jangan kita tidak pernah serius memahami dan menjalankan kata itu dalam kehidupan kita.
Banyak orang bilang dengan adanya konsistensi itu akan menjadi rutinitas dan berujung pada budaya. Dengan menjadi budaya akan menjadi terlatih dan mahir dalam hal apapun itu.
Konsistensi bisa jadi membosankan jika dilihat dari perspektif negatif. Namun, jika dilihat dari perspektif positif ini adalah ajang mengasah kemahiran.
Penebang pohon bijak pernah berkesimpulan jika ia memiliki 100 hari untuk menebang satu pohon, 99 harinya akan digunakan untuk konsisten mengasah kapaknya.
Konsistensi tidak cukup dalam kata terucap. Butuh perencanaan detail dan aksi nyata yang dilakukan. Dalam hal apa pun itu. Sebagai pembelajar kehidupan yang memiliki mimpi untuk menebar inspirasi saya harus konsisten belajar, membaca dan berbagi melalui lisan dan tulisan. Itu saya, bagaimana dengan Anda?
Dari kata konsistensi kita telah mencambuk diri untuk berubah diri total. Merubah pandangan, sikap dan perilaku kita. Apakah kita siap? Itu kembali pada diri kita masing-masing. Take it or leave it.
Saya meyakini dan akan membuktikan kata konsistensi akan menjadi kendaraan terhebat untuk mencapai cita. Ini adalah kendaraan terbaik untuk mendobrak dinding-dinding tebal penghalang. Ayo kita siapkan atau kita tidak akan berpindah dan berubah.