Mohon tunggu...
Sosbud Pilihan

Wanita dan Pemerkosa

8 Februari 2018   11:16 Diperbarui: 9 Februari 2018   20:59 750
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: pixabay.com

Dalam ajaran agama apapun yang dianut secara resmi di negara Indonesia ini tentu mengatakan bahwa wanita adalah makhluk yang dimuliakan dan harus dilindungi. Kalau dibaca ulang,rasanya romantis banget ya ayat-ayat yang ada di kitab keagamaan, sepertinya kehadiran perempuan itu adalah sesuatu yang menjadi penyempurna,pendamping dan sangat dihargai oleh lawan jenisnya.

Tapi sekarang ini, coba kita buka delik kasus kekerasan seksual yang terjadi di dunia,atau mari kita persempit lagi pembahasan kita di lingkup Indonesia. Sangat banyak kasus pemerkosaan atau bahkan kasus kekerasan seksual lainnnya yang menjadikan perempuan sebagai korban yang dirugikan.

Pemerkosaan yang dialami oleh perempuan berdampak sangat besar terhadap kehidupannya setelah itu, bayangkan saja jika korban adalah perempuan dibawah umur, apa yang akan terjadi di masa depannya? Ingat kasus pemerkosaan yang dilakukan laki-laki keji pada bayi yang akhirnya meninggal dunia? Atau ingat kasus pemerkosaan yang menimpa pelajar sekolah menengah yang akhirnya menanggung kehamilan sendiri? Atau apakah anda ingat kasus pemerkosaan yang korbannya dibuang ke sungai?

Kenapa banyak orang yang menutup mata tentang kasus ini, seakan-akan hal ini hanya masalah kecil yang kembali menyalahkan perempuan. Jika terjadi pemerkosaan,bukannya keadilan yang didapat,tapi malah sindiran atau menjadi boomerang bagi si korban. Saya beri contoh saja, pasti ada orang yang mengatakan "Duh,kasihan ya jadi korban pemerkosaan" atau "Udah jangan bergaul sama dia,dia udah gak perawan" atau "Lah,siapa suruh pake baju kurang bahan gitu,kan salahnya dia mincing-mancing nafsu". Hanya komentar yang dilontakan bukannya sebuah solusi atau keadilan.

Beban moral serta judging dari masyarakat yang dialami korban sangat berat dan miris. Sedangkan bagi si pelaku terdapat dua pilihan yang sering diambil, yaitu melarikan diri atau menikahi. Saya yakin anda pasti sudah bias menebak bagaimana jadinya jika si pelaku melarikan diri sementara si korban sudah hamil. Wanita itu pasti akan hidup dengan kebimbangan, antara tetap mempertahankan kehamilannya dengan konsekuensi akan menjadi orangtua tunggal dari kehamilan yang tidak diharapkan, atau memilih aborsi yang memiliki konsekuensi dosa yang besar serta diiringi kematian.

Namun,apa yang akan terjadi jika si pelaku memilih menikahi? Terlepas dari keterpaksaan,apa pernikahan itu akan baik-baik saja? Pemerkosaan yang ditutup dengan pernikahan antara si pelaku dengan korban, biasanya akan dianggap selesai oleh masyarakat di sekitarnya, terutama oleh orangtuanya. Banyak yang berpendapat bahwa pernikahan itu menjadi solusi penyelesaian masalah pemerkosaan, padahal justru akan menjadi pemicu masalah baru dan kekerasan berkelanjutan. Sungguh sempit pemikiran seperti ini.

Pernikahan yang tidak didasari cinta atau semata-mata hanya untuk menutupi aib malah akan menimbulkan adanya kekerasan seksual atau kekerasan fisik yang dialami wanita setiap harinya di kehidupan rumah tangganya. Mulai dari permasalahan kecil,masalah ekonomi,masalah kecemburuan, masalah tidak diberi nafkah dan bahkan ditambah dengan perasaan si lelaki yang menganggap dirinya sebagai penyelamat korban pemerkosaan itu. Hal ini malah akan memicu semakin meningkatnya angka perceraian di Indonesia.

Sekarang mari coba kita pikirkan lagi, apakah hal ini layak dialami oleh perempuan-perempuan Indonesia atau bahkan di dunia? Cobalah hargai dan jagalah wanita disekitar anda, menghargai bukan berarti anda merendahkan harga diri anda,dan menjaga bukan berarti menambah beban anda. Disini saya akan mengutip sedikit kutipan dari R.A Kartini yang mengatakan bukanlah laki-laki yang hendak kami lawani, tapi pendapat kolot dan adat usang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun