Pendidikan adalah suatu jalan untuk membentuk manusia menjadi seseorang yang matang secara jasmani maupun rohani, menjadi manusia yang utuh dan dewasa baik secara intelektual, emosional, sikap, maupun spiritual. Sekolah sebagai lembaga formal adalah sarana untuk mewujudkannya. Kebanyakan orang berpendapat bahwa kecerdasan intelektual lebih diperhitungkan daripada kecerdasan emosional. Hal itu dikarenakan adanya anggapan bahwa dengan kecerdasan intelektual yang tinggi, seseorang akan menghasilkan prestasi belajar yang optimal. Hal ini juga terjadi pada sistem pendidikan di Indonesia, yang mana orientasi belajar terletak pada hasil belajar. Terlepas dari hal tersebut, sudah banyak penelitian yang menunjukkan bahwa ada faktor lain yang memengaruhi prestasi belajar siswa, salah satunya adalah kecerdasan emosional (Emotional Quotient).
Kecerdasan Emosional adalah suatu kecerdasan sosial yang berhubungan dengan bagaimana seseorang bisa mengenal, memahami, dan mampu membedakan emosi dirinya sendiri dengan orang lain, yang mana hal tersebut berimplikasi pada pola pikir dan perilakunya. Selain berpengaruh terhadap hasil belajar, siswa dengan kecerdasan emosional yang baik akan mudah diterima di lingkungan sosialnya, karena ia mampu mengendalikan emosi dan memiliki kontrol diri yang baik sehingga dapat menentukan sikap pada kondisi-kondisi tertentu. Tidak hanya itu, kecerdasan emosional juga menjadikan siswa memiliki jiwa empati yang besar, sehingga dapat memahami perasaan orang lain. Akan tetapi, pendidikan di Indonesia saat ini masih berfokus pada kemampuan kognitif siswa sehingga emosionalnya tidak berkembang dengan baik. Hal itu tercermin dengan masih banyaknya kasus murid melawan bahkan menganiaya guru, bullying, tawuran antar pelajar, seks bebas (free sex), penggunaan narkoba dan masih banyak lagi kenakalan siswa yang disebabkan oleh degradasi moral sebagai akibat dari kecerdasan emosional siswa yang tidak baik.
Kecerdasan Emosional bukanlah sesuatu yang dapat diturunkan, akan tetapi dapat dilatih dan dikembangkan. Menurut Goleman (2016) ada dua faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional seseorang, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berkaitan dengan otak emosional seseorang. Sedangkan faktor eksternal berkaitan dengan keluarga dan nonkeluarga. Nonkeluarga di sini meliputi lingkungan sosial dan masyarakat. Sekolah sebagai lingkungan sosial anak, diharapkan dapat mengembangkan kecerdasan emosional tersebut. Tidak hanya meniupkan aspek kognitif saja, akan tetapi perlu dilakukan pembenahan terhadap sikap dan moral siswa.
Apabila seluruh elemen pendidikan bersinergi untuk mewujudkan keseimbangan kecerdasan emosional dan intelektual siswa, maka krisis moral dan sosial tidak akan terjadi pada generasi saat ini maupun di masa depan. Upaya yang dapat dilakukan diantaranya mengadakan sosialisasi terkait kecerdasan emosional dan mengadakan program pendidikan yang dapat mendukung pembentukan karakter siswa. Selain itu, perlu adanya dukungan dari media massa untuk menyajikan konten-konten positif yang mengedukasi masyarakat. Karena perkembangan anak sekarang juga ditentukan dari apa yang mereka lihat di media sosial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H