Mohon tunggu...
Dias Ashari
Dias Ashari Mohon Tunggu... Penulis - Wanita yang bermimpi GILA, itu akuuu..

Mantan Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel: Racikan Tinta Calon Apoteker-Episode 1

22 Oktober 2020   19:43 Diperbarui: 22 Oktober 2020   19:46 589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

RACIKAN TINTA CALON APOTEKER

" Menulislah, maka kau akan abadi dalam sejarah"

Chapter 1: '' Jika bisa aku memilih, aku ingin menjadi anak kecil saja. Bahagia tanpa beban, selalu mendapatkan apa yang diinginkan ''

Namaku Finza. Aku seorang penderita penyakit afasia ringan. Usiaku saat ini adalah dua puluh dua tahun. Aku anak bungsu, perempuan. Untuk remaja seusiaku, tidak ada yang special dengan penampilanku. 

Berhijab, kulit gelap dan hidung minimalis. Begitu pula dengan IQ ku, bisa di bilang hanya rata-rata saja. Namun aku adalah orang yang berani mengambil resiko. 

Bermodalkan kemampuan otak yang biasa saja, aku mengambil kuliah di dua jurusan dan kampus yang berbeda. Tentu saja banyak orang yang meremehkan dan mentertawakanku. Akibat penyakit afasia yang aku derita.

 Aku nampak terlihat bodoh karena bisa memahami perkataan orang lain dengan baik namun kesulitan mengungkapkan kembali apa yang ada didalam pikiranku. Terkadang lidahku kelu saat mengutarakan sesuatu.

Saat usiaku lima tahun, aku sudah di bawa berjualan koran oleh Ibu dan Ayah. Berbeda dengan anak seusiaku, yang saat itu sudah merasakan belajar di TK. Aku hanya bisa menonton keseruan anak-anak yang belajar sambil bernyanyi dari luar jendela saja. 

Melihat mereka bisa bermain ayunan dan perosotan yang mereka mainkan saat istirahat. Kebetulan tempat berjualan koran dekat dengan TK tersebut. Mungkin dulu aku sempat iri, karena belum mengerti akan kondisi keuangan orangtua.

Meski begitu, aku tetap mendapatkan pendidikan di rumah dari Ibu. Beliau selalu mengajariku membaca dan berhitung sepulang dari berjualan koran. Ibu dengan sabarnya mengajariku, karena aku sangat lambat sekali menangkap apa yang Ibu bicarakan. 

Kerja keras ibu cukup membuahkan hasil, saat aku masuk SD, aku sudah bisa membaca meskipun masih di eja. Namun keterampilan menghitungku masih jauh dari kata baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun