Mohon tunggu...
Dias Ashari
Dias Ashari Mohon Tunggu... Penulis - Wanita yang bermimpi GILA, itu akuuu..

Mantan Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Seorang Diri "Pantai Sayang Heulang Pamengpeuk"

21 Oktober 2020   13:04 Diperbarui: 21 Oktober 2020   13:07 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pantai Sayang Heulang Sumber: Dokumen Pribadi

Siapa sih orang yang pertama kali menjerumusakan kalian ke dunia traveling? Kalau penulis sih sudah teracuni oleh sahabatnya. Kali ini penulis memberanikan untuk mencoba solo backpacker ke daerah yang sama sekali belum pernah dikunjungi sebelumnya. Disana pun tidak memiliki teman ataupun saudara untuk mendapatkan informasi. Semuanya berasal dari informasi google dan orang yang kutemui di jalan atau biasa di singkat sebagai google people.

Hari itu penulis memutuskan untuk libur kerja selama dua hari. Masih teringat, saat itu penulis berangkat hari jum'at. Sekitar pukul 09:00 aku berangkat dari kebon kopi menuju terminal leuwi panjang menggunakan angkot cimahi. Tarifnya cukup murah hanya membayar 5K saja. Sepanjang jalan caringin sudah banyak calo yang menawarkan untuk naik elf jurusan garut. Namun penulis tidak langsung menyetujuinya, karena dipastikan elfnya akan ngetem lebih lama.

Akhirnya penulis memilih turun di sebrang tugu sepatu cibaduyut. Dari arah sana langsung menyebrang satu stopan. Tak lama kemudian ada seorang laki-laki berusia 30 tahunan, menawarkan untuk naik elf garut. Jika mengalami hal serupa jangan langsung menyetujuinya yah. Oh iya ada tips bagi yang mau naik elf, usahakan sudah menego biaya transport dahulu sebelum naik. Karena jikalau tidak nanti akan diminta ongkos tambahan di tengah jalan. Setelah sepakat dengan harga 25K , penulis langsung naik di bangku depan sopir. Tips buat para backpacker, usahakan jangan duduk di belakang, selain sempit disanapun luar biasa panas, pokonya berasa oksigen hanya sedikit.

Naik kendaraan umum memang membutuhkan ekstra kesabaran yang kuat. Betapa tidak, meski sudah menunggu sekitar 30 menit tapi elf tak kunjung jua pergi. Sambil membuang rasa bosan dan kantuk, penulis memakan permen dan bermain ponsel sejenak. Penumpang elf pada hari itu memang baru ada lima orang. Sehingga supir elf tersebut, tetap memilih untuk menunggu penumpang yang lain.

Tak berselang lama, datanglah tiga orang penumpang. Yipiwww akhirnya sopir segera menyalakan mesinnya dan langsung melajukan kendaraannya menuju tol muhamad toha. Ternyata ehh ternyata kebahagiaan hanya datang sementara. Alhasil supirnya kembali ngetem di pintu masuk tol muhamad toha. Disana begitu banyak pedagang yang menawarkan makanan. Para penjual disana memang sangat semangat, namun saking semangatnya, mereka terkesan seperti memaksa konsumen untuk membeli barang daganganya.

Jam sudah menunjukan pukul setengah sebelas. Alhamdulillah elf sudah terlihat penuh, sehingga sopir kembali menyalakan mesinnya. Selama memasuki area tol, supir tersebut menjalankan elfnya dengan sangat ngebut. Bak pembalap mobil di arena lintasan. Segala jenis kendaraan yang menghalanginya, langsung disalip begitu saja. Jantung di buat bergetar,,, seperti genderang yang mau perang,,,, hahaah sudah macam lagu sajaa.

Sepanjang perjalanan menuju terminal Guntur. Penulis banyak melihat kejadian yang kurang etis untuk dilakukan. Banyak penumpang yang diturunkan di tengah jalan pada elf lain, kemudian masuk kedalam elf yang ditumpangi oleh penulis. Dan kasihannya, penumpang harus membayar double ke dua elf tersebut. Entahlah bagaimana cara berpikirnya, lantas bagaimana bila penumpang itu tidak membawa uang lebih.

Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang, akhirnya sampai juga di terminal Guntur. Jam sudah menunjukan pukul 12:30, penulis pun mencari mushola untuk shalat dzuhur. Disana banyak kios yang menyediakan fasilitas madrasah kecil untuk shalat. Jangan lupa hanya perlu membayar uang 2K saja untuk biaya air wudhu.

Setelah selesai shalat, sejenak terlihat warung tersebut menjual baso yang sangat enak aromanya. Perut yang keroncongan langsung meresponnya. Namun penulis tahan, karena tidak mau sakit perut di jalan. Saat membayar uang untuk wudhu, penjaga warung bertanya kemana tujuan penulis akan pergi, saat dijawab mereka terheran-heran. Katanya beraninya seorang wanita mau pergi ke pantai sayang heulang sendirian. Penjaga warung itu berpesan pada penulis untuk hati-hati, karena perjalanan ke pamengpeuk masih jauh.

Dari arah kejauhan, ada seorang kenek menawarikan untuk naik elf jurusan pamengpeuk. Seperti biasa sebelum naik, pastikan membuat kesepakatan harga. Akhirnya deal penulis mendapatkan harga 25K lagi. Seperti biasa pilihlah tempat duduk di depan agar tak usah berhimpitan dengan penumpang yang lain.

Baru saja naik, tiba-tiba terdengar suara rintihan dari belakang elf. Saat di tengok seorang bapak sedang kesakitan sambil memegang bagian punggung dan pinggangnya. Bapak itu tidak sendiri, karena ada seorang penjual jeruk yang membantu memijat dan mengerok punggungnya takut-takut bapak itu masuk angin. Namun sepertinya pijatan bapak tukang jeruk kurang mempan. Bapak itu masih meringai kesakitan. Lagi-lagi penjual itu mencoba menolong dengan membawakan teh manis hangat dalam plastik.

Saat itu penulis coba bertanya. Ternyata bapak itu memiliki riwayat penyakit batu empedu. Beliau tadinya akan pergi ke bandung, namun karena penyakitnya kambuh di tengah jalan, ia lebih memilih pulang lagi ke pamengpeuk. Yang lebih membuat penulis sedih adalah obat beliau tertinggal dirumahnya. Saat itu hanya bisa diam, karena penulis tak membawa persediaan obat nyeri. Sebagai tenaga kesehatan rasanya penulis tidak berguna hari itu.

Melihat kondisi elf, sepertinya keberangkatan tidak mungkin dipercepat. Penulis hanya bisa berdoa dalam hati, semoga allah memberikan kemudahan dalam perjalanan ini. Tak lama kemudian kenek menyuruh untuk pindah ke kursi belakang. Saat ditanyakan alasannya. Ia menjawab ada keluarga TNI yang suka mabuk perjalanan, untuk itu mereka harus duduk di kursi depan. Awalnya kesal sih, namun demi elf cepat penuh, penulis mengalah dan pindah ke belakang.

Sekitar pukul 14:00 elf kemudian berjalan diiringi dengan rintikan air hujan. Beberapa kali elf berhenti untuk menaikan penumpang dan mengambil titipan paket warga garut. Di tengah perjalanan penulis bertemu dengan seorang ibu yang diturunkan dari elf lain. Kemudian duduk di samping sambil bertanya kemana tujuan penulis pergi. Saat penulis bilang mau ke pantai sendirian, ibu itu cukup khawatir dan menawarkan untuk berkunjung saja di rumahnya yang berada di cisompet. Namun penulis menolaknya dengan halus agar tidak tersinggung.

Tak berselang lama muncul kejadian unik. Ada seorang nenek yang meminta ongkos kepada penumpang lain. Beliau beralasan kehabisan uang, saat penulis mau memberinya uang. Seorang ibu yang duduk disebelah berbisik untuk tidak memberikan uang, katanya itu mah modus memang profesinya seperti itu. Akhirnya penulis mengurungkan niat untuk memberi uang.

Selama perjalanan menuju pamengpeuk penulis disuguhkan dengan pemandangan gunung yang sangat indah luar biasa. Warna hijaunya memanjakan mata, warna langit di sore hari semakin menambah keeksotisannya. Seperti biasa elf melaju dengan kecepatan yang tinggi. Sempat was-was juga soalnya kiri jalan adalah jurang tanpa pembatas.

Penulis berharap elf ini bisa sampai pantai saat matahari terbenam. Namun itulah perjalanan kadang tidak sesuai dengan ekspektasi. Elf itu berhenti di rest area untuk makan. Bagaimana lagi selaku penumpang hanya bisa menunggu mereka hingga selesai. Sekitar pukul lima sore, elf kembali melaju. Hari sudah semakin gelap. Saat itu tinggal tersisa penulis dan keluarga TNI. Dan sang sopir harus mengantarkan keluarga TNI itu sampai depan rumahnya, padahal jalur jalannya berbeda. Penulis hanya bisa pasrah mengikuti elf itu saja. Disanalah letak keunikan sebuah perjalanan.

Setelah selesai mengantar mereka, kini di elf tinggal tersisa penulis dan dua orang kenek. Sang sopir memilih turun karena ada keperluan sejenak dengan seseorang. Hingga tinggal penulis dan paket yang tersisa yang akan diantarkan ke pantai sayang heulang. Selama perjalanan penulis sempat merasa risih karena para kenek itu selalu menanyakan nomor ponsel dan kehidupan pribadi. Namun penulis berusaha mengatasi hal itu dengan menjawab pertanyaan tersebut dengan santai. Saat itu hanya meminta perlindungan kepada sebaik-baik pemberi perlindungan yaitu Allah SWT.

Disisi lain penulis beruntung karena elf itu mengantarkan paket ke salah satu penginapan yang ada di pantai. Soalnya biasanya elf hanya lewat sampai depan gerbang saja. Hari itu sudah gelap, jadi penulis tidak tau seberapa jauh jarak dari gerbang menuju pantai. Sesampainya di pantai, penulis di titipkan oleh kenek tadi di sebuah penginapan, mereka bilang bahwasannya penulis adalah sodaranya dari Bandung.

Sebenarnya saat itu penulis berniat untuk tidur di mesjid atau di pantai( ala-ala di film Thailand gitu) hahahah lagi --lagi teracuni film. Saat penulis menanyakan dimana mesjidnya kepada pemilik penginapan. Mereka bilang tidak boleh jika tidur di mesjid, disana selalu di kunci. Sepertinya bapak itu sudah menebak jalan pikiran. Penulis dengan keras kepala ingin ke masjid saja, namun saat itu argumennya kalah. Akhirnya penulis memutuskan untuk tidur di penginapan itu saja.

Karena belum makan dari pagi. Penulis memesan semangkuk mie dan telur. Saat itu sekaligus dibombardir sejumlah pertanyaan. Dengan siapa ke sini? Mau kesiapa? Dan mau apa. Penulis menjelaskan satu persatu. Dengan polosnya penulis menjawab pergi ke pantai ini sendirian untuk berwisata. Sontak bapak itu kaget melihat keberanian dari seorang anak remaja. Oh iya ada tips buat kalian yang solo backpacker jika ditanya hal itu bilang saja kalian sedang menunggu teman. Hal ini dilakukan demi keselamatan kalian ya guys.

Saat penulis makan, tiba-tiba dihampiri oleh wanita berbusana seksi. Kemudian wanita itu pun sama mengajukan beberapa pertanyaan yang sama. Wanita itu bilang sedang mengontrak di penginapan itu. Saat itu penulis belum curiga apapun kepadanya. Awalnya penulis senang karena bisa mendapatkan teman, setidaknya saat besok jalan tidak seorang diri lagi. Saat selesai makan, wanita itu mengajak untuk melihat kamar yang akan penulis sewa.

Penulis melihat kamar itu fasilitasnya lumayan kumplit ada kamar mandi, kasur, kipas angin dan dispenser. Penulis mulai menyimpan barang bawaannya di lantai. Wanita tadi akhirnya memperkenalkan dirinya. Namanya adalah Riska. Saat itu dia mulai mengorek informasi pribadi penulis. Dengan polosnya juga penulis memberitahunya tanpa berpikir panjang. Tak lama kemudian datanglah seorang wanita cantik berbadan mungil. Wanita itu masuk ke kamar tanpa permisi. Duduk begitu saja, seperti orang yang sudah kenal lama.

Penulis masih agak kaget dengan kedatangannya. Namun tak berapa lama ada laki-laki usia sekitar 35an juga berdiam diri di depan pintu penginapan. Yang membuat penulis tak nyaman saat itu adalah asap rokok yang ditimbulkan pria itu. Tak berapa lama gadis cantik itu meminta satu batang rokok dan mulai menyedotnya lalu meniupkannya. Tentu saja penulis merasa sesak, karena wanita itu hanya berjarak beberapa jengkal saja. Dan yang lebih mengejutkan wanita itu menawarkan satu batang rokok. Saat itu penulis tolak keras permintaannya.

Suasana benar-benar sudah tidak nyaman. Berharap mereka segera pergi dari kamar. Seakan tuhan mendengar doa ini, mereka tiba-tiba keluar dari kamar penulis dengan alasan mau mandi dahulu untuk siap-siap bekerja.

Baru saja berada dalam kamar sekitar lima belas menit. Tiba-tiba terdengar suara orang mengentuk pintu. Saat dibuka, tiba-tiba teteh riska menarik tangan menuju kamarnya. Penulis melihat wanita yang mungil itu sedang berdandan menggunakan handuk. Sungguh tak paham dengannya, apa dia tidak malu, soalnya disana ada pria tadi dan dia tepat duduk di hadapannya. Ohh now ya allah tempat macam apa ini. Saat itu penulis ingin pulang saja ke Bandung.

Kemudian wanita cantik itu menanyakan fb dan stasus penulis. Demi keamanan tentu saja harus berbohong dan bilang tidak memiliki akun facebook dan sudah punya pacar. Meskipun begitu wanita itu tetap saja meminta photo. Penulis coba menolak permintaannya. Dengan beralasan untuk ke kamar karena belum mandi. Setelah sampai penulis langsung mengunci pintu dan mematikan lampu. Tidur dengan rasa gelisah. Penulis lihat jam di ponsel sudah menunjukan pukul Sembilan malam. Tak lama terdengar kembali suara memanggilnya dan mengetuk pintu. Saat itu penulis membiarkannya saja dan memilih tetap tidur.

Tengah malam tiba-tiba terbangun, dengan suara nyanyi dan music yang keras. Saat diintip di balik jendela, penulis melihat bangunan di sebrang penginapan mirip dengan sebuah club malam. Disana ramai wanita dan pria berjoget. Ahhh akhirnya penulis mengerti bahwa tidak beres dengan tempat ini. Setelah adzan awal subuh berkumandang, penulis langsung mandi dan mengemasi barang. Tak lupa berpamitan kepada pemilik penginapan yang sedang ada di warungnya.

Dini hari itu masih gelap, pemilik warung meminta penulis pergi saat sudah ada matahari. Namun penulis bersikeras untuk tetap pergi. Sebelum pergi penulis memesan nasi goreng untuk mengisi perut agar tidak sakit. Setelah beres penulis langsung menanyakan berapa total biaya menginap dan makanan yang di pesan. Pemilik warung malah bilang bagaimana penulis saja. Tentu saja bingung, akhirnya penulis memberikan uang 120 K. Namun saat pergi, ibu itu memanggil dan mengembalikan uang 50K kepada penulis. Katanya buat ongkos saja. Hahahahah mungkin karena solo backpacker penulis jadi di kasihani. Namun saat itu berpikir ini adalah rezeki dari Allah.

Pagi itu dengan gelap penulis mulai berjalan menuju pantai dengan bantuan senter handphone. Pagi itu pantai masih sepi. Penulis duduk di pasir putih sendirian. sambil sesekali merenung dan mengabadikan momen dengan photo menggunakan tripod dan beginilah hasilnya.

Suasana gemuruh ombak, begitu menentramkan jiwa. Kala itu penulis sedang galau menghadapi cercaan orang-orang di sekitarnya, tentang keputusanku untuk mengambil kuliah di dua jurusan dengan kampus yang berbeda. Penulis bertanya pada alam , apakah keputusan yang yang di ambil sudah tepat. Sambil memandang gulungan ombak di pantai sambil berdoa, semoga bisa diberikan pundak yang kuat untuk menanggung semua keputusan yang telah diambil. Semoga Allah juga menunjukan jalan kemudahan saat itu.

Setelah pukul 05:00, sudah mulai ada beberapa orang yang datang ke pantai. Penulis melihat ada yang bersama keluarga dan teman-temannya. Sungguh indah momen indah ciptaan-Nya kala itu.

Setelah agak terang, penulis mulai berjalan menuju pantai dengan ombak sedikit besar. Penulis berlarian saat ombak besar datang, dan mengejarnya ketika air kembali. Bermain air setidaknya bisa menenangkan pikirannya.

Saat itu penulis menghabiskan waktu di pantai dengan lebih banyak merenung mengenai kekuasaan dan kenikmatan Allah yang kadang kala lupa untuk mensyukurinya. Penulis ingin setiap perjalanannya bermakna dan menambah rasa cinta ini kepada-Nya. Aamiin

Disana kondisi pasirnya masih putih, namun sedikit disayangkan ada sampah berceceran dibeberapa tempat. Airnya masih bersih dan terdapat banyak batu karang juga. Oh iya disana juga banyak kepiting dan keong kecil.

Setelah matahari mulai naik, penulis pun bergegas menuju saung untuk berteduh dan makan cuanki yang lewat. Harga cuanki sedikit lebih mahal di bandingkan di Bandung. Satu porsi seharga 10 K dengan isian hanya enam buah siomay. Setelah perut terisi, penulis memutuskan untuk pulang. Awalnya penulis sempat kebingungan mencari gerbang keluar. Sampai pada akhirnya berusaha tenang, yupss akhirnya bisa ditemukan.

Namun saat penulis melewati sebuah pos penjaga, terdengar suara dari warga yang menyapa. Seorang bapak menanyakan penulis akan kemana sendirian. Penulis menjawab saja mau pulang cari elf. Seketika bapak itu memberi informasi bahwa untuk ke jalan raya cukup jauh jaraknya. Penulis disarankan beliau untuk mencari tumpangan kol buntung. Penulis menganggukan kepala dan kembali berjalan. Namun baru juga beberapa langkah, bapak itu kembali memanggil dan malah mau mengantarkan sampai ke jalan raya. Awalnya penulis malu, namun tidak enak dengan bapak itu, akhirnya penulis mengiyakan bantuannya.

Setelah sampai di jalan raya, bapak itu menurunkan penulis di tempat yang sedikit ramai. Katanya bapak itu khawatir kepadaku. Sampai mau meninggalkanku pun tidak jadi. Beliau malah menemaniku menunggu elf ke Bandung. Padahal hari itu adalah sudah mendekati waktu shalat jumat. Bapa itu menawariku untuk makan, namun aku menolaknya. Sampai pada akhirnya beliau banyak bertanya tentang tujuan penulis datang ke sayang heulang.

Pada awalnya bapak itu bersikeras, menyangka bahwa penulis ke pantai untuk bertemu sang kekasih. Penulis menjelaskan saja bahwa tidak punya pacar dan datang ke sini hanya ingin menenangkan pikiran saja. Namun rupanya bapak itu belum sepenuhnya percaya pada ucapan penulis. Maklum saja dari cerita yangpenulis dengar beberapa hari yang lalu ada perempuan yang di tinggalkan pacarnya di pantai itu dengan penampilan yang semrawut. Jadi bapak itu berpikiran penulis mengalami hal yang sama. Hahahah lucu sekali.

Namun dengan perlahan penulis coba menjelaskan sampai bapak itu percaya dan paham. Oh iya ada kejadian lucu, bapak itu mengira penulis masih anak SMP, mungkin karena postur tubuh yang kecil kali, jadi terlihat lebih muda dari usia sebenarnya. Bapak itu tidak menyangka bahwa penulis sudah kuliah dan bekerja. Sambil menunggu elf yang lewat. Bapak itu meminta nomor ponsel untuk tau kabar penulis setelah sampai Bandung. Bapak itu juga menceritakan tentang anak dan istrinya, bahkan memperlihatkan photo-photonya. Namanya pak Dedi dia adalah kopasus yang bertugas menjaga keamanan pantai. Tak berapa lama datang juga pak Ateng dia adalah Kepala UPT Sayang Heulang.

Akhirnya elf pun datang. Pak Dedi dan Pak Ateng membantu memberhentikan elf. Saat penulis akan naik, tiba-tiba pak Dedi memberi uang sebesar 50K katanya untuk ongkos ke Bandung. Penulis tak bisa menolaknya karena elf langsung melaju begitu dinaiki. Gak papalah rezeki anak sholeh. Masih kuingat pesan pak Dedi " Kalau kesini bawa temannya jangan sendirian, nanti kalau kesini lagi hubungi bapak, menginap saja di rumah istri bapak". Wah sungguh luar biasa bisa bertemu orang baru yang baik.

Diperjalanan menuju Bandung, penulis bertemu dengan seorang Bapak dan anaknya yang juga beralamat di jalan Kebon Kopi. Wah Sungguh luar biasa nikmat Allah, telah mempertemukan dengan orang-orang yang tidak terpikirkan dalam benak sebelumnya.

Beruntung supir elf mengantarkan sampai Jl. Kebon Kopi. Jadi tidak usah naik angkutan umum lagi. Ongkos pulang agak mahal Rp.10 K dari keberangkatan. Penulis sampai rumah tepat adzan isya berkumandang. Setelah mandi dan makan langsung saja beristirahat untuk memulihkan tenaga karena besok harus kembali bekerja.

Itulah pengalaman penulis selama solo backpacker. Jadi gak masalah pergi sendirian, asalkan meminta izin kepada orang tua dan selalu meminta perlindungan kepada yang maha kuasa.

_ Salam Backpacker

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun