Mohon tunggu...
Dias Ashari
Dias Ashari Mohon Tunggu... Penulis - Wanita yang bermimpi GILA, itu akuuu..

Mantan Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Mempertahankan Bahasa Daerah di Tengah Perkembangan Zaman

19 Oktober 2020   19:13 Diperbarui: 19 Oktober 2020   19:28 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini banyak generasi yang merasa bangga jika dia pandai berbahasa asing. Hal tersebut dianggap mereka sebagai sebuah trend dan ajang bergengsi di hadapan orang lain. Menurut penulis hal ini tidak salah jika memandang bahasa asing sebagai alat untuk men-upgrade diri. Terlebih memang bahasa asing seperti bahasa Inggris sudah menjadi kebutuhan hampir setiap industri pekerjaan.

Adapun kesalahan dalam hal ini yang penulis dapat amati adalah penempatan bahasa tersebut. Banyak dari generasi kita saat ini berkomunikasi dengan bahasa asing namun di tempat yang tidak sesuai. Misal saja menyebut bahasa asing ketika berpidato di depan umum. Terkadang dia lupa beberapa audiens mungkin ada yang tak memahami istilah yang dibicarakannya.

Ada yang seringkali dilupakan oleh generasi saat ini adalah bagaimana mempertahankan bahasa daerahnya sendiri. Padahal lambat-laun jika kita tidak menggunakan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari maka akan punah. Terlebih orang tua modern saat ini lebih memilih mengenalkan bahasa asing sejak dini daripada bahasa daerahnya sendiri.

Penulis kelahiran Bandung pun merasa bahwa bahasa Sunda sudah mulai sedikit dilupakan oleh mojang dan jajakanya. Adapun yang masih menggunakannya hanya menyerap bahasa kasarnya saja. Hal itu pun masih digunakannya dengan mencampurkannya dengan Bahasa Indonesia.

Misal saja penulis sering menemui penumpang transportasi umum seperti anak SMP atau SMA. Ketika berkomunikasi mereka sering mengeluarkan kata kasar namun seperti menikmati dan tidak merasa bersalah di rona wajahnya.

" Aing mah ga suka ka si Eta"

" Maneh tau engga ? kemaren si A balikan sama si B , dasar An****"

Itu hanya segelintir yang penulis bisa sampaikan, masih banyak diantara kata-kata yang seharusnya diucapkan dengan baik terlebih mereka adalah orang yang terpelajar. Sebetulnya kata " Aing" memang lazim dikatakan saat berbicara dengan sebaya. Namun memang ada baiknya jika di tempat umum lebih dijaga terlebih di tempat umum banyak juga anak kecil dan orang dewasa yang mungkin tidak nyaman mendengar bahasa tersebut dari seorang pelajar.

Jaga baik-baik bahasa daerah kalian masing-masing jangan sampai ketika sudah di klaim negara lain kita baru berkoar. Sama halnya seperti beberapa kesenian daerah tertentu di Indonesia yang sudah di klaim negara lain. Sudah seharusnya dari hal ini kita belajar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun