Berawal dari rasa bosan dengan rutinitas sehari-hari. Pada tahun 2018 penulis memutuskan untuk mengikuti sebuah organisasi pendaki gunung.Â
Kebetulan beberapa rekan yang belum penulis kenal secara langsung dalam grup tersebut menyebarkan poster open trip ke gunung Ciremai. Tak perlu menunggu lama penulis langsung mendaftarkan diri.
Acara pendakian dilaksanakan untuk memperingati hari kemerdekaan. Sehingga saat itu banyak yang antusias untuk mengikuti kegiatan ini. Namun beberapa hari sebelum keberangkatan puluhan orang mengundurkan diri dengan berbagai macam alasan. Akhirnya yang tersisa hanyalah lima orang termasuk penulis.
Sebagai orang yang baru mengenal gunung, penulis tidak begitu memahami berapa banyak biaya yang harus diakomodasikan saat perjalanan. Hingga saat itu penulis hanya membawa uang lebih sekitar 200 K. Ketika itu penulis berpikir kalau uang yang sudah masuk Open Trip sudah include semuanya.
Singkat cerita sebelum perjalanan, pemandu dari acara ini meminta penulis untuk memesankan sebuah tenda dengan dalih akan mengganti uang tersebut di tempat meeting point. Tak berpikir lama penulis pesan saja yang memang kebetulan sedang sewa peralatan untuk pribadi.
Ketika malam tiba pemandu memberitahu bahwa pendakian akan dialihkan ke Gunung Merbabu dan mengikuti rombongan pendaki dari kota lain. Yang lebih menyebalkan pemandu itu tidak jadi ikut dengan alasan sedang ada pekerjaan kantor. Kemudian ia tak bertanggungjawab dengan uang penyewaan tenda. Argh kesal rasanya saat itu.
Akhirnya aku bersama ke 3 pendaki pria yang belum pernah aku kenal sebelumnya. Kami menunggu elf jemputan dari daerah Jakarta sekitar pukul 10 malam. Aku yang tak terbiasa berkumpul dengan teman pria merasa sedikit risih ketika mengobrol bersama. Tak ada pilihan lain untuk berdoa bisa bertemu dengan pendaki wanita dari daerah lain.
Kedatangan elf tidak sesuai dengan rencana sehingga kamu harus tidur di emperan supermarket yang masih buka selama 24 jam. Sampai sekitar jam 4 pagi elf pun datang menjemput kami di tol Muhammad toha. Harapan hanya sekedar angan, pendaki perempuan lain yang kutemui dalam elf tersebut super jutek abis.
Perjalanan yang sangat membosankan pun terobati dengan indahnya pemandangan menuju Gunung Merbabu. Hamparan sawah yang nampak menguning, langit biru dengan gumpalan awan seperti sebuah kapas dan lantunan musik dari Banda Neira yang begitu menyejukkan telinga.
Perjalanan panjang ini berakhir pukul 5 sore di desa Selo, Jawa Tengah. Kami semua masuk ke dalam sebuah basecamp yang sangat luas namun udaranya dingin sekali. Selepas adzan isya aku diajak oleh ketiga pendaki pria asal Bandung tadi untuk makan mie ayam. Sebut saja mereka dengan Ahmad, Pandu dan Dorman.
Makan mie ayam di malam itu terasa hambar. Bukan rasanya tidak enak tapi aku memikirkan uang bekal ku yang tinggal 20 K lagi. Kembali ku teringat pada pemandu kami yang tidak jadi ikut. Selepas makan mie ayam kami kembali ke base camp untuk persiapan besok mendaki.