Pagi pun datang kami semua bersiap-siap termasuk aku dengan carier yang lumayan berat. Sebelum berangkat kami berdoa untuk keselamatan. Baru saja sepuluh langkah aku langsung menyerah dan rasanya dada begitu terasa sesak. Sepertinya persiapan olahragaku memang payah. Aku meminta kepada Kang Ahmad untuk tidak meneruskan pendakian karena takut merepotkan.
Sebetulnya ketiga temanku ini meyakinkan penulis untuk terus mendaki namun dengan pelan-pelan saja. Mereka sangat menyayangkan uang yang sudah dikeluarkan jika tidak jadi mendaki. Jauh-jauh berangkat dari Bandung cuman untuk berdiam diri di basecamp.
Selama menunggu di basecamp penulis dihampiri oleh supir elf. Dia membujuk penulis untuk tetap naik gunung. Entah kekuatan apa yang menyertai tiba-tiba penulis dapat berjalan hingga pos 1 ditemani oleh supir tadi.Â
Di sana Kang Ahmad, Pandu dan Mang Dorman sudah setia menungguku. Padahal mereka sebelumnya tidak mengenalku, namun kesetiakawanan sudah sangat terasa.
Semakin naik ke pos-pos selanjutnya aku malah semakin bersemangat. Terlebih ketika melihat pemandangan dari ketinggian. Melihat gagahnya gunung Merapi yang lokasinya tidak jauh dari Gunung Merbabu. Gumpalan awan putih bak di negeri dongeng dan indahnya senja di pergantian siang dan malam. Sungguh Agung benar Ciptaan-Nya hingga membuat penulis tak henti bertasbih.
Pendakian saat itu dilakukan saat musim kemarau hingga angin yang ada bertiup kencang dan terasa dingin. Begitupun membuat pasir lembut menempel pada rongga hidung dan masuk ke sela-sela mata.
Kami bermalam di pos terakhir dan melanjutkan pendakian ke puncak besok paginya. Lepas adzan subuh kami membuat sarapan untuk memberi amunisi sebelum mendaki menuju puncak. Perjalanan menuju puncak sendiri cukup terjal disertai dengan kerikil batu yang licin. Namun semua usaha yang ditempuh terbayarkan ketika sudah sampai di puncak gunung Merbabu.
Betapa luasnya alam ini jika dilihat dari ketiggian. Betapa kecilnya pula rumah-rumah megah dibawah sana. Hal ini tak ada bandingannya dengan luasnya karunia yang telah Tuhan berikan pada kita.
Mendaki gunung bukan sekedar aktifitas fisik saja. Disana kita belajar mengasah kepekaan, mengontrol keegoisan dan dapat menambah keimanan kalau kamu mau merenungi ciptaan-Nya.
Jika ingin mengetahui karakter seseorang ajaklah ia melakukan perjalanan bersama, salah satunya dengan naik gunung. Kini perkataan tersebut bukan lagi menjadi alasan klise karena memang terbukti adanya. Terimakasih penulis ucapkan kepada ketiga kawan yang tulus menjaga sebagai layaknya saudara.
Salam Lestari!