Mohon tunggu...
Dias Widia
Dias Widia Mohon Tunggu... -

sederhana muara segala keindahan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dengar Marlis Dahlan Iskan Juga Pernah Miskin

28 September 2013   23:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:15 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13803869381952858557

DENGAR MARLIS......DAHLAN ISKAN JUGA PERNAH MISKIN....

Matahari mulai memancarkan sinarnya yang terik meskipun pagi belum lama beranjak di atas langit Serang Banten. Dengan beriringan dua motor dan membawa bertumpuk dus susu kami mengawali perjalanan menuju sebuah Sekolah Dasar di pinggiran Kota Serang. Jalanan aspal yang semakin mengecil..beralih ke jalanan berbatu dipayungi rimbun bambu dan ladang-ladang gersang...akhirnya sampailah kami ke salah satu sekolah yang kami tuju.

Tujuan kami adalah mengantarkan Zakat, infaq, shadaqoh beberapa rekan yang hanya kami kenal lewat pertemanan di Facebook untuk disalurkan kepada siswa yatim/duafa di daerah kami serta bantuan susu donasi salah satu produsen susu terkenal di Indonesia.

Pembangunan infrastrukur sekolah yang gencar dilakukan sejak anggaran APBD Pendidikan mencapai 20%tampak begitu nyata....gedung sekolah yang representatif...nampak kontras dengan pemandangan siswa siswinya.....beberapa tidak memakai sepatu...memakai sandal japit..berbaju kusam..dengan rambut kemerahan..dan influenza yang tak kunjung sembuh.

Di SD Cigoong 3 ini kami berkenalan dengan Irma...siswi kecil dengan benjolan di antara kedua matanya. Dia adalah salah satu dari 24 siswa (berasal dari 4 Sekolah Dasar) yang akan mendapat bantuan dana ZIS yang kami bawa.

Menurut ibu gurunya...tadinya benjolan itu tidak sebesar itu.Rekan kami yang kebetulan berprofesi sebagai petugas medis bergegas meraba benjolan tersebut...dan mengatakan kemungkinan benjolan itu akan semakin membesar dan berpotensi menekan syaraf matanya. Duh...kemiskinan tidak membebaskannya dari penderitaan akibat penyakit yang lain.

Kami berbincang cukup lama dengan siswa siswi itu...tentang keluarga...tentang harapan dan juga masa depan. Menilik penampilan mereka yang rata2 berbaju kusam, berkulit kering, berat badan rendah, dan juga banyaknya diantara mereka yang menderita penyakit kulit (bahasa Jawanya, gudigen), tak diragukan mereka benar- benar berasal dari keluarga yang kehidupannya sulit. Kami membawa kisah....tentang keteladanan untuk tidak mudah berputus asa. Kisah yang kami ulang di 3 (tiga) Sekolah Dasar lain yang kami kunjungi.

Tujuan kami tidak semata menyerahkan santunan dan susu untuk penambah gizi mereka...tapi juga hadir secara hati...memberi motivasi...memberi kekuatan agar mereka mau dan mampu berusaha lebih keras lagi demi perubahan nasib mereka sendiri.

Di Tiga Sekolah Dasar lainnya (SD Cigoong 2, SD Jaha, SD Simangu) kami berjumpa dengan anak – anak yang setipe...memang menurut penjelasan Bapak/Ibu guru...sekolah mereka mempunyai prosentase siswa miskin cukup besar, antara 60 s.d 80% siswanya masuk kategori siswa miskin dengan profesi utama orang tua adalah buruh tani, pemulung, buruh, pekerja serabutan, pedangan asongan dan tidak sedikit pula yang yatim. Berada di tengah tengah mereka seperti diserap dalam pusaran kepedihan...berbaur dengan bau yang kurang sedap entah karena jarang mandi,keramas..atau tidak pakai sabun. Banyaknya yang memiliki penyakit kulit juga indikasi pola hidup sehat yang kurang. Namun hal itu tak mengurangi minat kami memeluk dan memberi sentuhan pada mereka...Biarlah....badan jadi bau bisa mandi...tapi sentuhan itu pasti akan sangat berarti bagi mereka...mengingatkan bahwa mereka manusia yang samadan berhak untuk dicintai dan diperhatikan.

Beberapa dari mereka kami tanya profesi ayah dan ibu mereka...tak sedikit dengan suara pelan menjawab dengan lemah, “mati....” Matinya tulang punggung keluarga yang berarti suramnya juga kehidupan...

Pesan kami pada mereka adalah...pergunakan uang yang kalian peroleh hari ini utuk keperluan sekolah...beli sepatu , beli seragam, beli tas sekolah, beli buku...dan sisanya baru boleh kalian berikan pada orangtuan untuk membeli beras. Yah...beras tetaplah kebutuhan pokok yang dikejar orangtua siswa tadi...karena untuk makan besukpun mereka masih harus mencarinya hari ini.

Di sekolah terakhir yang kami kunjungi...salah seorang anak yang diprioritaskan bapak/ibu guru untuk menerima bantuan..tidak bisa hadir karena sakit. Dengan diantar oleh duaorang guru kami menuju rumah Marlis, nama siswa itu.

Sebuah rumah sangat sederhana dengan dinding tembok kusam dan sudah terkelupas...kami disambut dengan ramah oleh seorang ibu tua, Nenek Marlis...namun kekeuh tidak mengizinkan kami masuk ke rumahnya...tubuhnya menghalangi pintu. Olala...bukan karena sombong nenek itu tidak mengizinkan kami masuk rumah...namun karena dia malu dengan kondisi ruang tamunya yang banyak ayam berseliweran dan ada kandang ayamnya. Ternyata nenek Marlis meletakkan kandang ayam di dalam rumah yang gelap itu untuk menghindarkanya dari pencuri. Hal itu menjawab kenapa sekujur tubuh Marlis penuh gudig, gatal2 dari leher hingga kaki..kakinya bahkan menghitam karena banyaknya garukan...tak hanya itu..di kepala Marlis terdapat benjolan yang menurut rekan kami diperkirakan berisi cairan...yang membuatnya sering mengeluh nyeri apabila kepalanya disentuh. Kami diperlakan duduk di teras yang digelari bekas plastik karung beras yang dijahit menyerupai tikar. Mengalirlah cerita bahwa Marlis adalah anak yatim...hidup bersama neneknya sejak ibunya merantau ke Bandung untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Cerita yang hampir mirip dengan teman2nya sebelumnya yang kami kunjungi sebelumnya di sekolah.

Seperti juga kepada teman2nya....kepada Marlis kami ceritakan tentang kisah hidup pak Dahlan Iskan...menteri BUMN negara kita yang masa kecilnya juga mengalami hidup yang sulit. Tumbuh sebagai piatu di keluarga miskin, rumahnya berlantai tanah, dan cita citaterbesarnya adalah memiliki sepatu dan sepeda. Tentang pak Dahlan yang kalau lapar harus mencari sendiri makanan di kebun...merebus daun singkong atau mencabut dan merebus ubi sebagai ganjal perutnya yang lapar. Tentang pak Dahlan Iskan yang mensyukuri hidupnya dengan mengatakan bahwa lantai tanah adalah pampers termurah didunia karena langsung menyerap air apabila dia ngompol :D Tentang pak Dahlan Iskan yang tak pernah menyerah dengan kemiskinan....terus belajar dan bekerja keras sehingga akhirnya sukses menjadi pengusaha yang memiliki ratusan perusahaan dan dipercaya oleh presiden menjadi menteri BUMN karena prestasinya. Intinya adalah.....bahwa Marlis dan teman teman tidak boleh menyerah pada kemiskinan...harus selalu semangat belajar dan bekerja keras karena yang bisa merubah nasib kita adalah kita sendiri....kami ajari mereka untukmemiliki optimisme dan mimpi melampaui pak Dahlan Iskan....

Ayo Marlis dan teman-teman......kalian pasti bisa...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun