Mohon tunggu...
Diasmanto
Diasmanto Mohon Tunggu... profesional -

i'm journalist

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ups .... Maaf, Saya Kira Anda Wanita

14 Juli 2014   23:28 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:20 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Maaf, saya kira Sampean wanita". Anda pun bisa jadi pernah mengalami keliru, seperti yang saya alami. Ya, tulisan ini masih ada kaitannya dengan waria (akronim dari wanita-pria). Eit, jangan salah, waria sekarang jauh lebih menyerupai wanita dibanding era wadam (akronim "hawa-adam") era 70-an.

Kulit lebih halus, suara lebih lembut, rambut lebih tertata, nyaris bersuara nge-bass, tidak ada tulang pipi dan pundak yang menonjol, tidak nampak pula otot-otot yang kekar, kumis, apalagi jenggot, bulu kaki, dan bulu ketek. Terlepas mereka operasi kelamin atau tidak.

Ya, begitulah gambaran waria kini. Jadi, mohon dimaklumi jika ada orang yang keliru seperti kalimat di awal tulisan ini.

Maaf, bahkan hingga saat ini, saya belum bisa menerima eksistensi waria. Artinya, saya masih menggaggap mereka adalah pria. Mereka bukan seperti pembelaan Merlyn Sopjan “Putri Waria Indonesia 2006” yang menyebut dirinya sebagai perempuan tanpa “V”. Mereka juga bukan komunitas “gender ketiga”.

Para waria boleh menggelar acara untuk kampanye eksistensi mereka di Indonesia. Gelar ajang kontes putri-putrian atau “miss waria”.

Saya yakin, mereka cuma ingin dilihat/dianggap sebagai wanita. Mereka tampil dan bergaya seperti wanita. Kalaupun ada di antara mereka sangat dekat kepada gender wanita/feminin, itu tidak berarti mereka wanita. Mereka tetap pria.

Karena seks hanya melihat dua kelamin, yaitu penis dan vagina. Atau, kasuistis, hermaphrodit, yaitu seorang yang berkelamin ganda (tidak semua waria hermaprodit. Atau, seorang hermaprodit itu mesti waria).

Catatan, sekarang di Indonesia ada undang-undang yang mengatur hak asasi manusia. Ini kadangkala merepotkan kita untuk bersikap.

Meski begitu, bukan berarti saya tidak memiliki teman waria. Jika saya memanggil mereka “tante”, itu sebatas menyenangkan hati mereka. Dan, bukannya mereka tidak tahu akan hal itu.

Tapi untuk mengakui eksistensi yang lebih jauh, seperti mengakui (1) kebutuhan untuk tampil/dandan/gaya/perilaku seperti perempuan dan (2) kebutuhan seks dengan laki-laki; maaf saya tidak bisa. Karena bagi saya, dalam ajaran agama saya (Islam), hal demikian adalah terlarang.

Ya, waria hadir. Ingin mendobrak dan menuntut diakuinya gender ketiga, selain pria dan wanita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun