Tentu semua sepakat bahwa pola layanan kereta api angkutan penumpang sudah jauh lebih memadai saat ini. Dari sisi pemakai jasa tentu sangat menghargai kebersihan, kenyamanan,keamanan dan ketepatan waktu. Dari sisi penyedia jasa, konon kereta api sudah mencetak keuntungan yang semakin meningkat senyampang dengan meningkatnya derajat kualitas tatakelola.
Peningkatan kualitas layanan ini tentu tidak bisa mengabaikan pemilik nama yang sudah membawa kereta api angkutan penumpang pada adab layanan ke titik yang jauh lebih manusiawi : Ignatius Jonan. Meski demikian, Ignatius Jonan tetap mengingatkan bahwa batas kualitas layanan adalah langit. Harus selalu diperbaharui dan ditingkatkan sehingga melampaui ekspektasi.
Selfie di Gerbong Kereta Penumpang
Di laman media sosial, banyak penumpang kereta api yang tidak malu-malu lagi untuk mengambil gambar diri dan menampilkan di dinding status untuk memperbaharui kabar. Apalagi untuk penumpang kelas eksekutif. Di mana kabin penumpang sudah tidak kalah nyaman dan bersih dibandingkan dengan pesawat terbang kelas bisnis sekalipun.
Televisi teknologi digital, kursi empuk berbusa tebal yang dapat disetel-sesuaikan senyaman yang dikehendaki, selimut bersih-lembut-wangi yang diberi-bagikan dengan bungkus rapi untuk meyakinkan bahwa selimut dalam keadaan bersih dan suhu kabin yang dapat membuat badan menggigil kedinginan karena kualitas pendingin yang prima. Tentu juga yang menjadi penting adalah toilet yang bersih dan layak. Tersedia sabun dan tisu, serta air yang dibutuhkan. Petugas pembersih kabin juga secara periodik memastikan bahwa kebersihan senantiasa terjaga.
Sekedar menyuplik contoh, Stasiun Tugu di Yogyakarta sudah ditata sedemikian rupa sehingga alur penumpang terkelola.  Jalur menuju pintu utama dikhususkan untuk ‘drop-off ‘ penumpang. Untuk memastikan bahwa tidak ada yang ngetem berlama-lama, kendaraan yang berhenti agak sedikit lama akan langsung ditegur-ingatkan supaya segera berlalu.
Sementara parkir kendaraan  dan fasilitas parkir inap sudah dipindahkan sehingga tidak menumpuk pada satu titik. Karena salah satu inti dari terminal penumpang seperti pelabuhan, bandara atau stasiun adalah meyediakan kapasitas daya tampung dan mengatur alur-sirkulasi  dan lalu-lintas orang (serta barang) sehingga semua dapat bergerak efisien untuk mencapai titik tuju dan seminimal mungkin terjadi penumpukan.
Di Stasiun Gambir yang memiliki jumlah penumpang jauh lebih padat sejauh ini tetap dapat dikelola dengan baik dengan menerapkan waktu maksimal menunggu kedatangan kereta api sesuai jadwal keberangkatan kereta.
Sebelum reformasi tatakelola, naik kereta api adalah mimpi buruk. Jadwal yang lebih banyak molor, kabin yang kotor, banyaknya okupasi pihak yang tidak berkepentingan adalah beberapa hal yang terasa menjengkelkan.
Tanpa penjelasan, seringkali kereta api (terutama kelas ekonomi) berhenti pada stasiun yang sangat sepi dan dengan waktu yang cukup lama untuk hanya menunggu kereta api lain lewat. Pada cuaca siang hari yang terik, gerbong yang terbuat dari besi yang menyerap panas akan membuat suhu kabin meningkat. Pasti menimbulkan ketidak-nyamanan. Belum lagi kapasitas okupasi yang melebihi daya tampung dan kabin yang pada waktu itu tanpa perangkat pendingin ruangan.
Kereta api Fajar Utama atau Senja Utama yang merupakan produk lama juga masih disesaki penumpang asongan. Pada peak-season, naik kereta tanpa tempat duduk juga masih menjadi kebijakan marketing. Tidak ayal duduk dilantai berdesakan dengan teror pedagang asongan yang lalu-lalang  tanpa peduli.