Mohon tunggu...
Adrian Diarto
Adrian Diarto Mohon Tunggu... Petani - orang kebanyakan

orang biasa. sangat bahagia menjadi bagian dari lansekap merbabu-merapi, dan tinggal di sebuah perdikan yang subur.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi | Ketika Sore Tidak Kau Lintasi

15 April 2020   00:56 Diperbarui: 15 April 2020   18:46 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sore begitu lengang
Hanya kendaraan-kendaraan yang tergesa berlalu ke arah jalan pulang

Ya, sore menjadi begitu lengang
Semenjak engkau tidak melintasinya lagi

"Aku juga akan ke selatan," katamu, dulu, ketika sore begitu riuh

Lampu merah terasa terlalu lama menyala
Dan jalan kembali macet sebelum lampu kuning mendapat giliran
Suara klakson menggantikan cicit burung menanti maghrib
Lalu lampu-lampu jalan benderang bersinar untuk menipu malam

"Benarkah kamu ke selatan?" tanyaku pada perjalanan yang semakin jauh ke arah utara
Melewati tugu melengkung dengan ruas lintasan di bawahnya yang terlihat penuh nyaris tanpa sisa

"Aku ke selatan," gelakmu tanpa suara, sambil menerka bahwa aku sudah semakin ke utara

Aku menengok ke luar jendela
Melihat sore yang segera berlalu

"Kapan sore kau lintasi lagi?" tanyaku

Sore yang riuh seperti sudah terlalu lama berlalu
Saat kendaraan terus saling berhimpit
Dan langkah kaki terus tergesa mengejar waktu

Ternyata kita tidak menyukai sore yang lengang
Kita mencintai sore yang tergesa dan malam yang cepat berlalu
Lalu pagi segera tiba

Pada irisan siang yang beruntung, kita akan dapat melewatkan sepotong waktu di bawah lonceng yang berdentang
Dan nyanyian merambati dinding-dinding tinggi di dekat altar

"Aku harus segera ke timur, ke tempat dengan banyak lampu merah. Sebelum pukul 14, aku sudah harus di lantai 25 di gedung berwarna coklat tua," kataku tergesa, hanya sesaat setelah lonceng berhenti berdentang, dan suaranya masih memantul di tangga balkon

Sore nampaknya masih akan begitu lengang
Dan aku harus tetap di timur jauh
Untuk menjaga asa tentang sepotong siang dan saat yang tergesa berlalu

"Aku masih akan berdiri di sisi jauh kematian, sejauh dimungkinkan," gelakku dalam kegamangan

Banyak hal akan ditinggalkan ketika kematian terus mendekat dan tidak ada tempat untuk menghindarinya lagi
Dan sedikit hal selalu dibawa serta, seperti pada suamu

Sore masih akan begitu lengang, nampaknya

| Prambanan | 14 April 2020 | 01.20 |

Dokpri
Dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun