Paskah 2020 adalah perayaan yang istimewa karena setidaknya untuk tiga hal. Pertama, dirayakan dalam rasa keprihatinan yang mendalam. Kedua, dimaknai secara lebih khusus dan lebih luas. Dan, ketiga, membawa kepada refleksi dan permenungan yang jauh lebih dalam. “Jiwa-jiwa membutuhkan keheningan, alam membutuhkan keseimbangan dan Tuhan sungguh tidak di kejauhan,” demikian salah satu refleksi yang disharingkan oleh Maria. Refleksi yang secara umum merangkum banyak sharing dari banyak kota yang menjadi zona merah penyebaran pandemi Covid19.
Basilika Santo Petrus tampak gelap. Paus Fransiscus merayakan Paskah yang disiarkan ke seluruh penjuru dunia lewat teknologi internet. Sangat bertolak belakang dari perayaan pada tahun-tahun sebelumnya, perayaan Paskah 2020 diselenggarakan tanpa umat. Pandemi Covid19 tidak memungkinkan banyak orang berkumpul. Resiko paparan sangat besar dan beresiko. Apalagi, seperti bersama diketahui, Italia adalah salah satu negara dengan jumlah korban yang sangat besar dibandingkan dengan jumlah penduduk.
Jiwa-jiwa membutuhkan keheningan, alam membutuhkan keseimbangan dan Tuhan sungguh tidak di kejauhan
Kebijakan drastis Bapa Paus Fransiscus juga diikuti oleh semua keuskupan di seluruh dunia. Tidak ada perayaan dengan konsentrasi massa yang besar. Misa-misa disiarkan secara streaming tanpa kehadiran umat. Umat berkumpul di rumah masing-masing. Altar-altar disiapkan di ruang-ruang keluarga.
Banyak sekali refleksi yang muncul atas situasi ini. Ada yang takjub, ada yang prihatin. Ada yang merindukan berkumpul di gereja, ada yang mengajak untuk merenungkan secara lebih mendalam.
Belarasa dari Para Sahabat
Naning Scheid, seorang ibu asli Semarang yang menetap di Belgia, memberikan catatannya, “Biasanya tiap Paskah, ada tradisi "mencari telur dari cokelat" yang disebar di taman atau hutan kota di Belgia. Tradisi yang diselenggarakan oleh "commune", setara kecamatan kalau di Indonesia, beberapa pihak organisasi sosial, maupun secara pribadi (di kebun milik kakek nenek). Tapi Paskah kali ini beda. Dan kita semua tahu kenapa. Salam sehat,”
Nurul, seorang muslimah, menyampaikan belarasanya, “Ada kesedihan tahun ini, salah satu sahabatku yang biasanya semangat dan ceria, tahun ini tidak ibadah Paskah sama sekali. "Aku gak dapat feelnya, aselik males,” katanya. “Biasanya aku sudah ikut dekor, naik ke atas menara Katedral untuk instalasi kabel atau lainnya, tahun ini harus berdiam. Males aku Paskah tahun ini,” lanjutnya. Sungguh, sedih aku dengarnya. Ya, akupun akan merasakan berpuasa dan berlebaran tidak seperti biasanya. Ikut sedih aja dengar dia bicara gitu.”
Merindukan Kebersamaan di Gereja
Hery Sujatmo mensharingkan kerinduan itu, “Ada kerinduan akan pertemuan secara fisik. Ketika pergi ke gereja (biasanya) hanya rutinitas dan hanya kewajiban saja, dengan adanya peristiwa ini, kerinduan itu menjadi sangat terasa. Selamat Paskah.”
Demikian juga Lucia Esti Prihastuti, “Hanya dapat merayakan misa malam Paskah bersama keluarga di rumah. Ada sedih haru prihatin . Ada introspeksi diri, dan menemukan makna dan pelajaran hidup yang berharga. Pengalaman yang baru sekali terjadi sepanjang hidupku.”