Ada buku di mejamu
Di antara kertas-kertas berhuruf rapat
pada jam yang semakin sore
"Biarkan aku membacamu," pintaku
Mengeja huruf-huruf setelah sampul berwarna kuning terbuka
Menyusur paragraf yang terlanjur tersusun rapat dengan angka halaman di setiap sudut kanan bawah
"Tidak ada cerita baru," katamu pendek
Aku tidak membutuhkan cerita baru
Seperti cangkul yang diayunkan setelah hujan reda di dekat pohon jati
Kita sisipkan saja julur dahan ubi rambat
Lalu biarkan hujan menumbuhbesarkan umbi
"Apakah masih ada waktu menunggu umbi menjadi besar?" tanyamu dalam tatapan ragu
Kulihat pohon-pohon jati berlari dari dalam kereta
Dengan dahan-dahan yang saling menyapa di musim hujan
"Adakah yang pernah kita nantikan?" tanyaku tentang waktu, saat roda-roda kereta pelan menggelinding di atas rel
Kalau tidak terganggu, aku akan sampai di Yogya sebelum maghrib
Ketika lonceng di sudut stasiun didentangkan
Kereta melambat di Stasiun Patukan, di dekat kolam yang penuh diisi air hujan
"Tidak ada cerita baru memang, karena memang tidak ada yang pernah kubaca. Selain penggalan paragraf tentang rumah di tepi laut, di mana debur ombak terdengar begitu dekat dan langit terlihat berwarna jingga," kataku sambil menatap ke luar jendela