Kuduga kamu melintas di tempat riuh
Di antara kaki-kaki lelah yang tergesa melangkah
Di antara tas-tas kerja yang menggelayutberati punggung yang terus menua
"Aku menunggumu dengan secangkir kopi dan gula merah," kataku padamu
Sambil mengaduk kopi searah jarum jam, dan dengan gerakan sedikit lebih cepat dari putaran kipas di langit-langit berwarna pucat
"Tapi aku tidak melintasi halaman stasiun," jawabmu di kejauhan
"Aku menjauhi ruang berlangit tinggi dengan nyanyian Halleluyah," gelakmu di bawah langit berwarna kelabu
Sepertinya masih ada sedikit gula merah yang tidak mencair, bersembunyi di antara ampas kopi
Aku mengaduk lagi, memporak-porandakan ampas-ampasa kopi yang diam di dasar cangkir
Di tempat riuh, kopi dan gula merah merupa ruang hening di antara lalu-lalang untuk kepergian ke suatu tempat entah di mana
Mungkin ke dekat lampu-lampu yang sebentar lagi berpendar
Mungkin ke tempat setelah simpang empat yang selalu terlihat lebih sempit bahkan setelah dilebarkan pada kali terakhir yang belum lama
Gula merah sepertinya sudah mencair seluruhnya
Dan harum kopi pelahan naik menyusuri dinding berbahan kaca
Aku tahu bahwa dugaku adalah keliru
Semenjak ia belum menjadi sebuah duga
"Masihkah kau ingat sinar bulan yang jatuh di antara kita?" tanyamu ketika kopi akhirnya kucecap di ruang riuh
Aku akan menanti hujan lebih sering datang
Nanti, ketika hujan setiap hari menyambangi malam, maka Natal sudah semakin dekat
Pada salah satu hari ketika hujan tidak kunjung berhenti, Natal akan tiba selepas maghrib
Mungkin sinar bulan tidak terlihat saat itu, tetapi bukan berarti bulan tidak bersinar