Mohon tunggu...
Adrian Diarto
Adrian Diarto Mohon Tunggu... Petani - orang kebanyakan

orang biasa. sangat bahagia menjadi bagian dari lansekap merbabu-merapi, dan tinggal di sebuah perdikan yang subur.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Rona Merah di Bibir Malam

4 Oktober 2019   07:21 Diperbarui: 4 Oktober 2019   07:34 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tadi kulewati bulan sabit berhenti di atas sawah yang baru saja dibajak

Bayangannya melenggok sempurna di permukaan air yang mengaca. Bening jernih

Bulan itu mengingatkan pada purnama yang berhenti di atas rumahmu

Ketika aku turun merambati jalan-jalan di Gunung Bagus, menerebos terang yang semakin cepat meremang

"Aku sudah sampai di tempat ramai," kabarku dalam pesan pendek

"Ya," jawabmu pendek, cukup untuk menemaniku lebih cepat ke Bukit Bintang

Lampu-lampu di tanah rendah Yogyakarta berkilauan, seperti kunang-kunang menari di gelap malam

"Mestinya tidak perlu terlalu malam," sambungmu dalam pesan pendek kedua

"Tapi keheningan Gunung Bagus terlalu elok untuk ditinggalkan begitu saja," gelakku

"Apalagi kutemui purnama yang berhenti di atas rumahmu setelah pertigaan pertama," lanjutku, tidak sabar untuk bercerita betapa eloknya purnama malam itu

Purnama memang merona hangat malam itu. Dengan wajah yang tidak sepucat langit timur yang ditinggalkan matahari ke barat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun