Mohon tunggu...
Adrian Diarto
Adrian Diarto Mohon Tunggu... Petani - orang kebanyakan

orang biasa. sangat bahagia menjadi bagian dari lansekap merbabu-merapi, dan tinggal di sebuah perdikan yang subur.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Indonesia, Land of Diversity

27 Agustus 2018   07:03 Diperbarui: 27 Agustus 2018   08:04 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Peringatan dan perayaan hari Kemerdekaan Republik Indonesia adalah istimewa. Sangat istimewa.

Pertama, pada saat itu dapat melihat banyak pakaian adat yang dikenakan sungguh sangat merasa betapa hebatnya Indonesia. Presiden dan Ibu Negara pada peringatan tahun 2018 berdiri gagah dan anggun dalam balutan budaya Indonesia yang diwakili Nangroe Aceh Darussalam. Indonesia yang genuine. Kita lahir, besar dan bangga dengan keindonesiaan yang as it is. Yang apa adanya. Kita adalah Indonesia dan Indonesia adalah kita.

Menyuplik lagu Rhoma: ada Jawa, ada Sunda, dst. Dan menurut lagu itu jumlah penduduknya masih 150 juta. Btw, lagu bang Rhoma, bagi saya, adalah paradoks nyata kehidupan. Tidak saja tentang lagu tetapi juga penyanyinya.

Lagu bang Rhoma, seperti diketahui, juga demikian kaya nasehat. Bahkan jika akan begadang pun oleh Rhoma diberi nasehat. Belum lagi yang bernuansa relijius. However, lagu mi-do-do-sol-do-do-mi adalah salah satu yang lucu justru karena sederhana. Meskipun pada kehidupan nyata, Rhoma Irama seperti semua tahu, tidak seideal lagu-lagunya. 

Tapi bukankah kita semua begitu?

Harapan tentang yang indah dan ideal ada di satu sisi, dan fakta tentang memeluk ketidakidealan pada sisi yang lain. Pada saat yang sama!

Kedua, di Indonesia dan mengindonesia adalah tantangan tersendiri.

Mengapa?

Karena kekayaan yang dimiliki Indonesia. Budaya dan sumberdaya. Dalam analisis SWOT, bila sedikit dipelintir, maka strenght justru dapat menjadi weakness. Sumberdaya yang melimpah ruah pada faktanya adalah justru menjadi cobaan dalam hal pengelolaannya.

Budaya yang sedemikian kaya juga begitu. Hal-hal politis dapat merubah strenght dari sisi budaya justru menjadi weakness. Dengan menghembuskan isu SARA. Seorang sahabat menambahkan satu huruf P di belakang, menjadi SARAP: Suku, Agama, Ras, Antargolongan dan Politis.

Tentang politik sendiri kadang memunculkan keprihatinan tersendiri. Karena politik digerakkan oleh politikus, maka kejengkelan-kejengkelan cara-cara berpolitik yang tidak menopang kebesaran Indonesia seperti sebuah ajakan untuk memahami bahwa politikus adalah berasal dari kata "poli" yang berarti banyak serta kata benda "tikus".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun