"Kira makannya nanti aja, mau main masak - masakan dulu. Ayo Una kita main yuk.", kata Kira sambil menggandeng tangan adiknya.
Aku masih mengernyit tanda tak paham. Lalu suamiku memanggil dari dalam kamar dan menunjukkan sesuatu yang menjelaskan kebingunganku. Yaitu, remah - remah snack bermicin suamiku yang tercecer di balik pintu. Seketika aku dan suami cekikikan berdua, mengetahui ulah Kirana itu. Lucu ya.
Aku ke belakang senyum - senyum sendiri sambil memperhatikan Kirana yang lagi asyik main. Wajahnya biasa saja, tak ada tanda - tanda menyembunyikan sesuatu. Sesaat kemudian aku merasa..deg. Ya ampun, anakku sudah ngajak kucing - kucingan.Â
Aku membayangkan jika usianya belasan dan bertingkah seperti ini. Rasanya jadi tidak lucu lagi. Apa nanti yang harus kulakukan jika bertahun tahun mendatang menghadapi situasi yang sama lagi seperti ini. Bagaimana jika nanti yang disembunyikan anakku bukan makanan lagi?
Kudekati Kirana dan bertanya dengan hati - hati.
"Kakak tadi di kamar ngapain kunci pintu?", tanyaku.
"Cuman taruh jaket aja kok.", jawabnya.
Terus terang aku sedih dengan jawabannya. Masih kecil kok sudah bohong nak. Padahal inginku Kirana berkata jujur dan bisa bercerita apa saja padaku.
"Kakak, lain kali kalo mau jajannya ayah bilang mamah ya. Nanti mamah bagi kok, jangan ngumpet - ngumpet kayak tadi ya. Mamah kan sedih. Pokoknya kalo ada apa - apa bilang ke mamah ya. Kalo ada temennya yang nakal di sekolah bilang juga ke mamah. Ya kak?".
Kirana langsung memandangku sambil memberikan cengiran termanisnya sambil bilang "Iya ma, nanti Kira bilang - bilang mama.". Gak jadi melow deh mamahnya.
Ah..tapi tetap saja, seketika aku merasa tugas sebagai orang tua menjadi lebih berat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H