Lelaki itu dikeluarkan paksa dari ambulans yang membawanya ke sebuah lapangan besar yang dijaga oleh setidaknya belasan polisi bersejantakan senapan otomatis, di depan sebuah masjid besar di tepi danau, dimana puluhan orang sudah berkumpul sejak pagi.
Hari itu sekitar pukul 8 pagi waktu Jeddah – Saudi Arabia, saya kebetulan lewat di depan lapangan itu, dan berbekal rasa penasaran, saya bergabung dengan puluhan orang tadi untuk turut menyaksikan apa yang akan terjadi.
Dan apa yang terjadi beberapa saat kemudian, membuat saya tidak ingin menyentuh makanan selama 2 hari setelahnya, dan cukup untuk membuat saya sangat kapok untuk tidak menyaksikan peristiwa yang sama.
Setelah dikeluarkan dari ambulans, lelaki itu ditempatkan di tengah lapangan dengan posisi berlutut, kepala nya di tutup oleh semacam kain yang menutupi wajah dan leher nya, tangan nya terikat ke belakang, kata orang, dia sudah disuntik dengan semacam obat bius yang dosis nya hanya cukup untuk membuat nya sedikit melayang tanpa pingsan, sehingga ketika dia di papah oleh 2 orang polisi yang memaksa nya untuk berlutut, dia melakukan itu dengan tanpa perlawanan.
Lelaki lain yang berseragam polisi bicara dalam bahasa Arab, menyebutkan kesalahan yang dia lakukan sehingga pada pagi ini dia berada disini sebagai seorang pesakitan.
Lelaki lain yang mengenakan pakaian khas Arab serba putih, tengah menggenggam sebilah pedang yang terlihat sangat tajam, kilatan cahaya beberapa kali berkelibat saat pedang tersebut tersorot oleh sinar matahari pagi yang biasa bersinar terik di jazirah Arab. Dia lah sang algojo, wakil dari malaikat maut yang siap mencabut nyawa si pesakitan dengan satu kibasan pedang.
Pedang itu dia genggam di belakang tangan nya, dan segera setelah polisi yang tadi membacakan dosa sang pesakitan selesai, algojo tersebut berjalan ke sebelah si pesakitan, pedang yang tadinya ada di belakang tangan nya, dalam hitungan detik telah dia acungkan di udara, dalam hitungan detik pula pedang itu di kibaskan tepat ke leher sang pesakitan.
Hanya butuh 1 kibasan,.. satu kibasan, kepala si pesakitan yang tertutup oleh kain hitam itu terlempar sekitar 1 meter terpisah dari tubuh nya, darah segar mengucur dari tubuh yang selewat lalu masih bernafas,, seketika itu pula tubuh itu ambruk karena sudah kehilangan nyawa.
Tim dokter yang cekatan, mengambil kepala yang sempat menggelinding beberapa centimeter dari tempat nya terjatuh, dibuka nya kain penutup kepala itu, lalu di jahitkan kembali ke tubuh yang telah ambruk, kemudian di masukan ke kantung mayat, dan dalam hitungan menit, sudah kembali dalam ambulans yang sesaat lalu membawa nya entah dari mana.
Tim lain yang sudah bersiap sejak tadi langsung sigap membersihkan sisa darah yang masih basah di lantai lapangan, lagi lagi dalam hitungan menit, sisa darah si pesakitan yang tadi membasahi lapangan telah hilang mereka siram.
Beberapa jam kemudian ketika saya kembali ke hotel yang jarak nya hanya beberapa ratus meter saja dari lapangan tersebut, tidak terlihat bekas apapun yang menunjukan pagi hari tadi telah terjadi sebuah eksekusi hukum pancung. Lapangan itu di saat tidak dipakai untuk melaksanakan eksekusi hanya merupakan sebuah lapangan parkir biasa yang bisa dimasuki oleh siapaun yang sedang lewat.