Mohon tunggu...
Johanis Ametembun
Johanis Ametembun Mohon Tunggu... wiraswasta -

Tulisan ini diperkenankan terutama untuk membantu para Mahasiswa peserta perkuliahan Bidang-bidang Studi Supervisi Pendidikan dan Seminar Supervisi Pendidikan. Para Pengelola Kependidikan pada jenjang-jenjang Pendidikan Prasekolah, Pendidikan Dasar dan Menengah (baik Umum maupun Kejuruan) dapat mempergunakan pula artikel ini untuk merefleksikan visinya tentang pengembangan profesional guru.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Indonesia

18 Desember 2010   01:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:38 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebutuhan akan suatu Bentuk Baru Pengembangan Profesional

Mengingat keterkaitan antara pengembangan profesional guru-guru atau pengembangan staf dengan keberhasilan perubahan kependidikan, kini saatnya untuk dipertimbangkan suatu bentuk baru atau “new form” pengembangan profesional guru-guru. Kita perlu memikirkan kembali (rethinking) secara radikal tentang pengembangan profesional guru-guru kita masa kini & masa datang. Untuk itu mari kita cermati apa yang diungkapkan oleh Ann Lieberman4 dalam tulisannya tentang “Practices that support teacher Development” (1995 : 592) sebagai berikut :

“People learn best through active involvement and through thinking about and becoming articulate about what they have learned. Processes, practices, and policies built on this view of learning are at the heart of a more expanded view of teacher development that encourage teachers to involve themselves as learners – in much the same way as they wish their students would”.

(Orang-orang paling baik belajar melalui keterlibatannya secara aktif dan melalui berpikir tentang dan berartikulasi tentang apa yang telah mereka pelajari. Proses-proses, praktek-praktek, dan kebijakan-kebijakan berdasarkan pandangan mengenai pembelajaran ini merupakan jantung dari suatu pandangan yang lebih luas tentang pengembangan guru yang mendorong guru-guru untuk melibatkan dirinya sendiri sebagai pelajar-pelajar – sama halnya seperti yang mereka inginkan murid-muridnya mau melakukannya).

Ungkapan tersebut pada intinya menunjukkan suatu similaritas (kesamaan) antara cara-cara murid-murid belajar dengan cara-cara guru-guru belajar – yang patut dipedulikan, sebagai suatu visi baru, dalam program-program pengembangan profesional guru-guru kita – masa kini & masa datang. Misalnya, jika kita menghendaki agar para peserta didik kita diberi kesempatan-kesempatan luas untuk terlibat
dalam mengalami, menciptakan, dan memecahkan problema-problema riel, mempergunakan pengalaman-pengalamannya sendiri, dan bekerja sama dengan orang-orang lain … maka para partisipan (cq : guru-guru) dalam program-program pengembangan profesional pun hendaklah demikian pula halnya.

Oleh karena itu, ciptakanlah suatu kontinuum praktek-praktek yang mendorong pertumbuhan guru-guru yang bergerak dari “direct-teaching” (suatu model pengembangan profesional yang “training-focused” = berfokuskan kepelatihan) ke “learning in school”, ke “learning out of school” = belajar di sekolah maupun di luar sekolah.

Maka sangatlah penting : guru-guru, Kepala-kepala Sekolah, dan pembuat-pembuat kebijakan (c.q. Depdiknas, Dinas-dinas Pendidikan) perlu menyadari konsepsi-konsepsi baru dan lebih luas tentang pengembangan profesional. Sangatlah diharapkan :

Guru-guru harus mempunyai kesempatan-kesempatan untuk berdiskusi, memikirkan tentang, menguji-cobakan, dan mengkaji praktek-praktek baru – dengan :

-memainkan peranan-peranan baru (misalnya, sebagai periset);

-menciptakan struktur-struktur baru (misalnya, kelompok-kelompok pemecahan problema);

-menangani tugas-tugas baru (misalnya, menciptakan standar-standar asesmen); dan

-menciptakan suatu kultur “inquiry” (riset = investigasi = penelitian)

Apa yang menjadi karakteristik contoh-contoh pembelajaran profesional tersebut bukanlah 1 @ 2 hari jangka waktunya, melainkan harus menjadi bagian dari harapan-harapan bagi peranan-peranan guru-guru kita dan merupakan suatu bagian integral dari kultur sekolah-sekolah kita – masa kini & masa datang.

Dalam konteks ini Darling-Hammond & Mc Laughlin5 dalam tulisan mereka tentang “Pilicies that Support Profesional Development in Era of Reform” (1995 : 597) mengisyaratkan, agar :

“Staff development that is linked to a reform agenda must support a learner-centered view of teaching and a career-long conception of teachers learning”.

(Pengembangan staf yang dikaitkan dengan suatu agenda reformasi harus mensuport suatu pandangan tentang kemengajaran yang “learner-centered” = berpusat pada pelajar, dan suatu konsepsi tentang pembelajaran guru-guru yang “career-long” = sepanjang karier/pekerjaan).

Ke dua pakar itu menghendaki suatu bentuk pengembangan profesional yang mempersiapkan guru-guru “melihat bidang studi yang kompleks dari perspektif-perspektif murid-murid yang berbeda-beda” dan menunjukkan bahwa perubahan-perubahan tak dapat dikembangkan hanya melalui strategi-strategi “top-down” (atasan) tradisional yang membatasi penguasaan guru-guru akan pengetahuan dan keterampilan-keterampilan baru. Dikatakannya,bahwa :

“Professional development today also means providing occasions for teachers to reflect critically on their practice and to fashion new knowledge and beliefs about content, pedagogy, and learners” .

(Pengembangan profesional dewasa ini berarti pula memberikan kesempatan-kesempatan bagi guru-guru untuk mereflesikan secara kritis tentang praktek mereka dan menciptakan pengetahuan dan keyakinan-keyakinan yang baru mengenai konten, pedagogi, dan para peserta didik).

Bila dicermati, dewasa ini sedang merebak dalam bidang kependidikan arus diciptakannya suatu bentuk baru pengembangan profesional guru-guru. Sejarah mengajarkan kita ketangguhan suatu transformasi ide, suatu perubahan dalam pandangan dunia begitu besar sehingga semua yang mengikutinya terus berubah. Pergeseran atau perubahan paradigma demikian sekarang sedang mentransformasi secara cepat disiplin pengembangan profesional aatu pengembangan staf pengajar.

Singkatnya, program-program pengembangan profesional atau pengembangan staf sejak sekarang harus memberikan guru-guru (dan pihak-pihak terkait) kesempatan-kesempatan sebanyak & seluas mungkin untuk terlibat secara aktif – tidak hanya sebagai “recipient” yang pasif saja – dalam memberdayakan diri sendiri agar lebih responsibel terhadap pembelajaran peserta didik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun