Jika kita membicarakan tentang desa, desa sering diidentikan “lawan” dari kota.
Di desa kita tidak akan menemukan plaza atau mall , seperti adanya di kota. Kalaupun ada berarti ia tidak dapat disebut desa lagi.
Begitupun sebaliknya, di kota kita tidak akan menemukan hamparan sawah yang luas, udara yang segar, semangat kegotongroyongan dan musyawarah untuk mufakat serta , welas asih, antar sesama wargamasyarakat.
Akan tetapi, desa dapat saja berubah menjadi kota, dikarenakan desa tidak lain merupakan struktur atau bangunan dari kota itu sendiri.
Hamparan sawah yang luas,udara segar, kultur gotong royong dan mufakat serta welas asih sesama wargamungkin akan hilang seketika.
Sebuah gotong royong dan mufakat akan digantikan sekejap oleh unsur individual, hamparan sawah digantikan dengan bangunan- bangunan pabrik yang berdiri ‘congkak’, udara yang tadinya segar menjadi asap hitam yang tidak ‘sedap’ dihirup lagi dan lain sebagainya.
Semua ini dikarenakan virus modernisasi yang masuk ke‘jantung-jantung’ desa sehingga menyebabkan terjadinya perubahan desa secara perlahan.
Begitupun sepanjang sejarah politik di Indonesia hingga kini, desa seringkali dijadikan sebagai obyek para politik sebagai modal untuk mencapai tujuan-tujuannya
Dengan lugunya orang desa dan legowonya akan menerima hal itu, kalaupun mereka tidak setuju dengan itu , diam adalah perlawanan yang terbaik .
Desa instingnya adalah hidup bersama-sama. Hidup bersama-sama ini tidak lain bertujuan untuk hidup mencari makan, pakaian dan perumahan mempertahankan hidupnya terhadap ancaman dari luar dan mencapai kemajuan dalam hidupnya.
Itulah yang dinamakan sebuah desa pada mulanya .
Di desa itu lebih menekankan kepada hubungan kekerabatan, lebihmenekankan kepada hubungan tinggal dekat.
Desa memag selalu bertentangan dengan kota. Desa digambarkan sebagai suatu bentuk kesatuan masyarakat atau komunitas yang bertempat tinggal dalam suatu lingku-ngan dimana mereka saling mengenal dan corak kehidupan serta banyak tergantung dengan alam.
Desa merupakan daerah yang berdiri sendiri, memiliki rakyat sendiri, penguasa sendiri dan mungkin pula harta benda sendiri, dan dengan hukum yang berlaku didalamnya adalah hukum tunggal, satu, tidak bervariasi nilai
.
Untuk itu, desa seharusnya dipandang sebagai subyek dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara dengan ragam coraknya sendiri, bukan malah sebaliknya sebagai obyek yang harus mengikuti keseragaman melalui kebijakan pemerintah.
Maka dari itu, Seharusnya masyarakat desa dapat mengapresiasikan sosial dan budaya yang menjadi bangunannya selama ini.
Dikarenakan desa selalu diidentikkan dengan keterbelakangan, kemalasan, kemiskinan dan lain sebagainya menyebabkan model pembangunan desa seringkali salah arah.
Semua ini tidak lain karena pembangunan desa selalu dipandang dari sudut pandang orang luar bukan berdasarkan sudut pandangan orang dalam yang lebih mamahami masalah di desanya.
Kondisi ini tidak terlepas dari pengaruh pemahaman yang dianut oleh pemerintah dan seolah dipaksa untuk diterapkan pada tingkatan desa.
Model pembangunan desa salahsatu desa yang belum terselesaikan hingga hari ini, untuk itu, seharusnya model pembangunan desa berdasarkan kebutuhan inter desa itu sendiri .
Di Indonesia, hadirnya desa, keberadaan tanah, dan mata pencaharian di sektor pertanian merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Desa harus jadi kekuatan ekonomi