Mohon tunggu...
Diar Herdyan
Diar Herdyan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

seorang pembelajar seumur hidup, sambil sesekali pesiar berwisata kuliner

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Operasi Subuh

17 Oktober 2014   17:28 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:40 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nafas Diman memburu. Jantungnya berdetak kencang, menghilangkan kantuk dimatanya. Matanya yang tadi tertutup belek membesar.

Dipandanginya layar smartphone mewahnya yang mengeluarkan sinar redup. Handphone berharga 8 jutaan yang sering ia pamerkan ke orang-orang kini tak ubahnya seperti bangkai tikus dimatanya. Menjijikkan.

SMS itu penyebabnya. Jam dua dini hari saat orang lagi enak-enaknya bermimpi SMS sialan itu datang. Getar handphonenya bagai gempa, membangunkan dirinya yang tengah asyik memeluk guling. Terlihat notifikasi satu SMS telah masuk dari orang yang ia namakan ORANG GILA.

SMS nya cuma satu kata.

LARI

Brengsek !

Panik melanda. Sesaat dirinya menjadi orang tolol temporer. Cuma bisa diam bersila di ranjangnya. Detik berikutnya ia melompat bangkit, berganti pakaian dengan kecepatan 120 km/jam dan menyambar tas kecil yang ada di sisi ranjangnya.

Bodoh ! Tolol ! kenapa lewat SMS !??! Nggak belajar apa !

Tersaruk-saruk ia keluar dari kamar. T-shirtnya berantakan, sebelah masuk sebelah keluar. Ristleting celananya cuma tertutup separo. Ia tak peduli. Dalam kondisi seperti ini, kepantasan berpakaian adalah prioritas nomor 17.

Samino sang pembantu sudah terbangun saat ia tiba di ruang tamu. Rupanya suara gedubrakan dari kamar saat ia berpakaian telah membangunkan si pembantu.

Samino menatap kearah Diman. Ekspresi wajahnya menunjukan tanya yang bila diucapkan kira-kira “Mau kemana, Bos ? Pagi-pagi amat ?”

“Buka gerbang ! Saya mau pergi !” Sergah Diman. Matanya melotot kearah Samino.

Samino balas melotot, tapi itu memang ekspresinya bila sedang bingung.

“Cepat, bento ! buka pintu sama gerbang. Saya mesti pergi !”

Terlonjak Samino langsung sebat bergerak membuka pintu dan gerbang. Di luar suasana sangatlah gelap lagi sepi. Jam 2.20 dini hari, mungkin cuma Stadium atau Alexis yang masih ramai jam segini.

“Kalau ada yang tanya, bilang saya sudah lama pergi ! Kalau nanti ibu pulang dari eropa, bilang saja saya keluar kota !” Masih sempat Diman berpesan pada Samino.

“Kalau ibu Angela yang tanya, pak ?”

“Suruh dia telpon ke hape saya.” Angela ini lain perkara. Terapi ‘jepit-lepas’ darinya masih sangat ia butuhkan, meski tidak murah.

Mobil SUV berwarna hitam tampak bergerak menembus gelapnya malam. Diman menyetir sendiri, sengaja tidak pakai sopir. Terlalu beresiko untuk saat ini.

Oke, tenang…..tenaaaanggg…..sekarang aku mesti berpikir dengan baik. Tenang….everything is gonna be okay…..

Diman keluarkan handphone dari sakunya. Sesaat ia bimbang hendak telepon atau hanya kirim pesan saja. Akhirnya ia memilih untuk mengirim pesan tulisan.

Jempolnya bergerak menggerayangi layar sentuh handphone. Agak sulit menekan tuts QWERTY dilayar karena ukuran jempolnya yang tergolong masif.

Ia mengirim pesan kepada seseorang bernama JHONNY di hapenya. Tidak menggunakan SMS tapi menggunakan instant messenger.

GW LG OTW KE CAMP A. LO SDH DI HUB. BLACK ?

Sesaat ia pun mengirim pesan kepada ORANG GILA yang telah menghancurkan hidupnya yang tentram sentosa lewat SMS tadi.

LO DIMANA ? GW MO KE CAMP A. AMAN GA ? BLS

Kedua pesan terkirim. Diman kini merasakan keheningan. Hening yang menegangkan. Hanya ada deru mesin dan sinar lampu mobilnya yang membelah kegelapan.

Semua masih bisa dikendalikan. Tidak perlu panik. Hal seperti ini sudah kita antisipasi. Semuanya akan kembali oke….

Akal sehatnya telah kembali setelah tadi sempat kabur entah kemana. Kini pikirannya bekerja, mencari kemungkinan-kemungkinan alternatif. Hatinya yang lebih tenang membuatnya mampu berpikir dengan jernih. Kesendirian dalam mobil sangat membantunya menemukan ketenangan lagi.

Tapi mereka memang monster. Cepat juga reaksinya. Aku pikir baru 6 bulan lagi.

Operasi yang ia lakukan memang tergolong sangat rahasia. Sedari awal, sejak baru membentuk tim telah ia sadari konsekuensi berat yang bakal dihadapi jika operasi ini bocor.

Diman juga sadar, pihak yang bakal ia hadapi bukan sembarangan. Mereka organisasi yang terstruktur dengan rapi. Sistem mereka jelas. Orang-orang mereka profesional di bidangnya. Mereka punya tim pemukul yang dapat digerakan kapan saja, dimana saja. Dan 90% persen hasilnya adalah sukses.

Aku percaya tim ini mampu. Mereka yang aku pilih sudah teruji, kompeten. Dan yang penting, setia.

Saat merekrut orang untuk tim, Diman sangat selektif. Timnya haruslah kecil dalam jumlah tapi maksimal dalam hasil. Efektif. Mereka harus punya keahlian tinggi, tidak kalah dengan lawan. Dan mereka harus punya kesetiaan. Rela mati bila gagal dalam tugas.

Getar handphone menyadarkan Diman dari lamunan. Diliriknya notifikasi yang baru saja masuk.

Dari ORANG GILA.

-KE CAMP B AJA. GAWAT

Debar jantung Diman menggila.

Tanda – artinya negatif. Jangan ke camp A. Kata gawat tidak periu diterjemahkan lagi.

Sekian detik kemudian Diman memutar kemudi. Mobilnya kini berputar arah, menuju arah dimana ia tadi lewat.

Setan, camp A sudah bocor !

Kebocoran. Camp A sudah diketahui lawan. Artinya jelas, ada mulut-mulut yang berbicara dan timnya gagal mengantisipasi.

Aku sudah curiga mulut sopir itu gampang bocor. Si Black juga, ngapain pakai sopir sih !

Semakin sedikit kepala yang tahu, semakin baik. Itulah prinsip operasinya. Makanya tim inti hanya terdiri dari 3 orang, tidak lebih. 3 orang itu dia yakini kesetiaannya, namun ternyata kualitas pemikiran mereka terlalu rendah untuk operasi besar macam ini.

Tahap eksekusi adalah tahapan yang paling menentukan dalam setiap gerakan. Hari itu semua sudah sepakat. Anggotanya yang ia panggil Black mengusulkan untuk menggunakan jasa sopir pada saat eksekusi.

“Sopir biasanya tidak mau tahu urusan, bos. Pokoknya terima uang beres !”

“Lo bilang ‘biasanya’ ? Gimana kalo sopir yang lo pake bukan sopir biasa ? Gua ga setuju, kebanyakan orang, Black !” Ujarnya saat dihubungi Black lewat telpon.

“Tenang, bos.” Si Black masih saja ngotot. “Yang ini bukan sopir biasa, karena saya kenal baik sama dia dan keluarganya. Dijamin dia ga akan ‘nyanyi’.”

“Denger, kalo sampe gara-gara sopir urusan ini berantakan. Lo yang pertama gua cari !”

“Yakin, bos. Saya jamin semua bakalan lancar. Rencana kita sudah rapi banget. Sukses lah !”

Kampret !

Kekhawatirannya terbukti. Si sopir pasti telah ‘bernyanyi’ membocorkan segalanya kepada pihak lawan. Padahal menurut prediksinya, bagian intelijen lawan baru akan menyadari segala operasinya sedikitnya 6 bulan lagi. Sekarang pasti tim pemukul itu sudah bergerak menuju camp A.

Temannya si Jhonny sampai detik ini belum juga membalas pesannya. Diman pun gelisah. Handphone si Jhonny selalu stand-by, tidak pernah dimatikan. Setiap pesan yang ia kirim selalu dibalas dalam hitungan menit. Tapi kini sudah hampir setengah jam belum nampak balasan dari Jhonny.

Sialan, jangan-jangan dia sudah kepegang !

Jhonny adalah orang yang bertipe halus. Dia lah yang akan maju untuk menghadapi urusan yang sifatnya memerlukan pikiran dan kepala dingin, beda dengan Black yang rada sembrono.

Terhadap si Jhonny ini Diman menaruh kepercayaan lebih besar. Pada saat eksekusi, Jhonny memainkan peranan penting. Sementara Black berperan lebih banyak ke urusan transportasi dan teknis fisik.

Tidak, dia lebih pintar dari Black. Ia pasti punya alasan untuk tidak membalas pesan. Pokoknya sekarang ke camp B.

Sebuah rencana darurat telah ia tetapkan. Dua kubu persembunyian telah disiapkan. Ia namakan camp A dan camp B.

Camp A berada di utara dekat dengan Bandar udara. Sementara camp B jauh berada di selatan, diantara lembah-lembah sepi pegunungan. Jika di camp A ia akan mudah mencapai Bandar udara dan terbang kemana saja, di camp B ia akan dilupakan orang, tertutupi oleh pepohonan dan ketidakpedulian penduduk lokal.

Sudah jauh Diman berkendara. Jam hologram di mobilnya menunjukan pukul 04.45. Kini dirinya telah mendekati kubu persembunyian kedua, camp B. Bentang relief pegunungan terlihat hitam samar dihadapannya.

Si Jhonny masih belum membalas pesannya.

Persetan dengan Jhonny, tidak ada waktu lagi.

Diliriknya sepintas tas kecil yang ia bawa dari rumah. Di dalam sana semua bukti operasi senyap yang ia lakukan. Dirinya sedikit tenang. Ia telah menyusun rencana-rencana. Mobil akan ia bakar dan membeli mobil seken yang lebih murah, kemudian menghilang sekian tahun lamanya. Mungkin ke Singapura ? Ide yang baik. Keluarga ? ah, persetan. Cukup dirinya dan Angela saja.

Diman tiba camp B, sebuah vila besar yang tersembunyi di sela hutan pinus. Suasana masihlah gelap dan sunyi kala Diman mematikan mesin.

Bagus, sepertinya semuanya masih berjalan sesuai rencana.

Sambil menenteng tas kecil, Diman bergegas menuju kedalam vila. Hanya terdengar bunyi gemeretak kerikil yang terinjak olehnya dalam kegelapan ditengah lembah itu.

Pintu depan vila yang berat terbuka. Diman merayap-rayap dalam gelap, berusaha mencari tombol lampu.

BLARR !!

Cahaya yang menyilaukan mendadak menerangi seluruh ruangan. Mata Diman sekejap terpejam karena kuatnya cahaya itu. Saat Diman bisa membuka matanya, wajahnya menegang.

Dilihatnya dua orang yang ia kenal, Black dan Jhonny. Keduanya memandang dirinya dengan tatapan menghiba.

Terlihat pula beberapa orang yang tidak ia kenal, mungkin jumlahnya sekitar 15 orang. Semuanya memakai rompi berwarna khaki. Diman kian membeku.

Salah seorang dari para pemakai rompi itu mendekatinya, mengajaknya bersalaman.

“Apa benar saya berhadapan dengan saudara Ir. Rahardiman, Msc. Anggota komisi II DPR RI ?”

Dalam ketertegunannya, Diman masih sanggup mengangguk samar. Bagi si penanya itu sudah cukup.

“Atas nama hukum yang berlaku di Negara ini, saudara kami tahan !”

Diman hanya diam saat orang itu mengambil tas kecilnya. Saat ia berbalik badan terlihat huruf kapital di rompi bagian punggung.

Tertulis Jelas.

KPK.

Sumber Gambar : https://assets.kompas.com/data/photo/2013/05/14/2010287-spionase-780x390.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun