Mohon tunggu...
Diar Herdyan
Diar Herdyan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

seorang pembelajar seumur hidup, sambil sesekali pesiar berwisata kuliner

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Misi Terakhir Azazil (3)

3 November 2014   17:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:48 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1414985693188876790

Cerita sebelumnya : Misi Terakhir Azazil (1) & Misi Terakhir Azazil (2)

4

Kematian Ridwan Suhendra malam itu menghasilkan reaksi yang cukup menggemparkan. Media massa di negeri ini serentak memasang berita tewasnya anggota dewan itu sebagai tajuk utama pemberitaan mereka. Stasiun-stasiun televisi berebutan menyiarkan secara ekslusif detik-detik menjelang kematian sang tokoh lengkap beserta dugaan kronologis kematian. Beberapa stasiun bahkan sudah mengundang tokoh-tokoh politik serta pakar kriminologi dari universitas terkemuka untuk menyajikan pandangan mereka mengenai kemungkinan motif yang menyelubungi tewasnya Ridwan Suhendra.

Media-media cetak juga tidak mau ketinggalan. Beberapa surat kabar nasional yang memiliki oplah terbesar memberikan satu-dua halaman khusus membahas tentang kasus ini, lengkap dengan biografi dan perjalanan karir Ridwan Suhendra. Tentu saja turut ditambahkan komentar-komentar dari kolega dan sahabat masa kecil sebagai bumbu pemberitaan.

Media massa online bahkan lebih heboh. Berita mengenai Ridwan Suhendra selalu update setiap setengah jam sekali, meskipun isi berita tersebut tidak selalu langsung berkaitan dengan peristiwa tersebut. Seperti misalnya sebuah situs berita memberitakan mengenai adanya warung kecil tidak jauh dari rumah Ridwan, atau fakta bahwa salah satu penjaga yang bertugas malam itu ternyata baru saja menikah beberapa hari sebelumnya sehingga dapat menimbulkan prasangka mengenai tidak waspadanya para penjaga keamanan kala itu.

Iptu Ajisaka merasa dirinya bagaikan roti lapis yang ditekan dari berbagai penjuru. Sejak pagi dirinya menerima berbagai perintah dari petinggi-petinggi kepolisian yang berkepentingan, untuk sekedar mengingatkan dirinya urgensi dari penyelesaian kasus ini.

Perintah pertama tentu saja turun dari Kepala Unit Reskrim Metro yang merupakan atasan langsungnya, Kombes Hendra Kosasih. Sebagai sesama orang sunda, bisa dibayangkan kegusaran hati sang Komisaris atas tewasnya Ridwan Suhendra dan meminta dirinya untuk menyelesaikan kasus ini sampai tuntas.

Tidak lama kemudian Kapolda Metro sendiri turun tangan, langsung melakukan rapat darurat mengenai kasus ini. Kapolda secara lugas mengatakan bahwa ia telah menerima perintah langsung dari Kapolri untuk memprioritaskan kasus ini dan menandaskan bahwa mabes Polri secara penuh mem-back up kasus ini pula. Akumulasi pressure kasus ini bagi Iptu Ajisaka adalah termasuk level kelas berat. Menghajarnya tanpa ampun dari berbagai sisi.

Dalam hati Iptu Ajisaka bertanya-tanya mengapa dirinya yang ditunjuk menangani kasus super penting ini, meski ia adalah aparat reserse pertama yang menangani TKP. Agaknya sang Kanit Reskrim Metro menaruh kepercayaan terhadap dirinya dan mitra penyidiknya, Ipda Gunawan Wibisana.

Meskipun dianggap masih cukup muda, Iptu Ajisaka dinilai memiliki deduksi pemikiran yang sangat baik dan terbilang cakap dalam melakukan olah TKP, bahkan jika dibanding dengan penyidik senior sekalipun. Bahkan ada bisik-bisik yang mengatakan bahwa akan ada kenaikan pangkat satu tingkat bagi dirinya dan Ipda Gunawan jika berhasil mengungkap kebenaran kasus ini.

Satu hal yang menguntungkan dirinya adalah didapatinya kemudahan dalam mengakses semua data atau informasi yang ia butuhkan. Hasil forensik berhasil ia dapat pukul delapan pagi, menyatakan proyektil peluru adalah milik pistol Glock 19 gen4 dengan tipe peluru 9 x 19 mm yang bukan merupakan senjata organik TNI dan Polri. Gosip di kalangan internal mengatakan bahwa hanya Densus 88 yang menggunakan pistol jenis itu namun tidak pernah ada bukti yang kuat. Kode registrasi peluru tidak ditemui, menunjukan kemungkinan senjata itu berasal dari pasar gelap, atau dibawa dari luar negeri.

Foto-foto TKP ia kumpulkan dan kini tersebar di meja besar tempat ia biasa menyebar foto-foto TKP untuk memelototi setiap detil yang ditangkap oleh kamera. Ipda Gunawan sedang berada di lapangan untuk menemui keluarga korban, berharap bisa menemukan informasi yang berkaitan dengan kasus.

Iptu Ajisaka tenggelam dalam pekerjaan rutinnya, termenung memandangi foto. Tidak ditemukan jejak sepatu di seputar jendela yang ditemukan berlubang malam itu. Sesuatu yang mengherankan karena hujan baru saja turun malam itu.

Hujan malam itu lumayan deras, mustahil jika tidak ada sedikit pun jejak. Pikirnya. Bisa jadi lampu blitz kamera penyidik tidak menangkap bekas-bekas jejak yang sangat halus, namun itu hampir tidak mungkin. Kamera penyidik tidak sama dengan kamera komersial, lampu blitznya mampu menampakan berbagai detil ditanah ataupun permukaan aspal yang tidak terlihat akibat kurangnya cahaya atau karena malam hari.

Aneh, aku merasakan sesuatu yang ganjil jika melihat jendela ini, Iptu Ajisaka merasa ragu-ragu dengan jendela yang terbuka itu. Ada sesuat yang dirasanya tidak pas. Mendadak ia memikirkan sebuah teori baru yang tampaknya masuk akal. Ya, hal itu bisa terjadi, otaknya bekerja dengan cepat.

Dinyalakannya komputer, kemudian ia buka sebuah situs berita lokal yang populer. Ia baca beberapa berita mengenai kasus tersebut yang ditandai dengan tagar #pembunuhananggotadewan. Dadanya berdetak lebih kencang ketika ia membaca sebuah berita yang tampaknya remeh dan tidak berhubungan dengan kasus itu.

Ya, ini sangat mungkin terjadi ! Disambarnya jaket kulit coklatnya, kemudian dirinya bergegas keluar kantor sambil menelpon Ipda Gunawan.

5

Bertemu kembali dengan kawan lama selalu menyenangkan, meskipun si sahabat tidak menyadarinya. Ia merasa senang ketika dilihatnya orang itu dalam kondisi sehat dan sepertinya fisiknya masih prima. Tujuh belas tahun bukan waktu sebentar untuk menjaga performa tubuh.

Tapi sayang , sepertinya kewaspadaan dirinya telah menurun jauh. Ia beruntung dalam keadaan berpencar-pencar, dirinya masih tetap menjaga kemampuan dirinya untuk tidak turun. Dalam kurun waktu itu ia telah melintasi berbagai negara di asia dan asia tenggara. Malaysia, Filipina, Thailand, Singapura, Tiongkok, Hongkong telah ia lintasi untuk menyelesaikan pekerjaannya.

Tapi beberapa waktu lalu ia mendapati kode yang telah lama tidak ia jumpai. Sebuah kode yang hanya diketahui oleh tiga orang selain dirinya dan hanya satu orang yang bisa mengaktifkan kode itu, dan kode itu memanggilnya dengan skala prioritas tertinggi.

Kolonel memanggil. Sebuah misi yang berhubungan dengan alasan utama tergabungnya ia dalam tim ini akhirnya terjadi setelah penundaan selama tujuh belas tahun.

Semuanya berjalan sebagaimana yang direncanakan, hanya satu kepingan besar yang hilang, salah satu anggota timnya hilang. Atau tepatnya tidak dapat dihubungi. Ia memutuskan untuk lepas dari tim, sebuah subordinasi besar.

Aku kecewa, hatimu ternyata cepat sekali berubah, Ternyata hanya butuh waktu tujuh belas tahun untuk merubah pendirian seseorang. Namun ia sadar dalam rentang waktu itu, seorang manusia tumbuh dan akan mendapati berbagai pengalaman hidup yang dapat merubah pandangan hidupnya.

Dirinya sangat memahami konsekuensi dari pembangkangan. Meski telah putus hubungan selama tujuh belas tahun, tidak berarti kau telah bebas dari tim ini, pikirnya getir. Dirinya kini menyiapkan diri jika ia harus menuntaskan masalah pembangkangan ini kelak, meski ada sedikit sesal dihati. Penyesalan atas pilihan yang diambil sahabatnya itu.

Dan malam itu dirinya melakukan aksi yang sudah biasa ia lakukan. Yang satu ini bahkan lebih mudah, karena penjagaan seorang anggota DPR sangatlah longgar. Anggota DPR berjumlah lebih dari dua ratus orang, butuh satu korps tersendiri bagi kepolisian jika ia menghendaki penjagaan ketat.

Ia cukup menyelinap saat sang anggota dewan tiba dan langsung ngibrit ke kamar mandinya untuk mandi air hangat. Dan ia merasa beruntung sang anggota dewan hobi mandi berlama-lama.

Tiga peluru sudah cukup untuk menghabisi nyawa target. Pekerjaan sempurna, tanpa sidik jari dan peluru, tak ada jejak kaki, uji balistik hanya akan mengungkapkan jenis senjata yang akan mengarahkan mereka ke unit mereka sendiri sehingga mereka terjebak dalam labirin yang sangat membingungkan.

Malam itu ia tidak langsung meninggalkan tempat kejadian. Seperti kebiasaannya sejak lama, ia menonton dulu aksi kepolisian disana. Menertawakan kebingungan mereka dalam mengungkap pelaku kejahatan tadi.

Hingga akhirnya ia berpapasan dengan orang itu.

Si anggota tim yang hilang.

Lama tak jumpa, Azazil. Bisiknya dalam hati.

(Bersambung)

Sumber Gambar : http://data.tribunnews.com/foto/bank/images/20131225_074403_ilustrasi-mati-lampu-blackout.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun