Masa remaja merupakan sebuah peralihan dari fase anak menuju fase dewasa. Pada masa ini, remaja mengalami pubertas, sehingga hormon dan fisik pun berubah. Tahap perkembangan remaja terbagi menjadi 3 yakni awal (rentang usia 11-14 tahun), pertengahan (rentang usia 14-17 tahun), dan akhir (rentang usia 17-20 tahun). Saat memasuki fase remaja, terdapat banyak perubahan dalam aspek sosial seperti timbulnya ketertarikan dengan lawan jenis, sering terjadi selisih paham dengan orangtua, hingga kenakalan remaja, karena remaja dianggap masih memiliki sifat yang labil (berubah-ubah), cenderung ingin banyak tahu, dan sedang dalam proses pencarian jati diri.
Pada masa remaja, ego seringkali menjadi konflik yang sering diperbincangkan. Sebab, pada masa ini mereka merasa bahwa dirinya paling benar dan superior. Sehingga, tidak jarang terjadi adanya pertengkaran dengan orangtua karena adanya perbedaan pendapat dan pemikiran. Contohnya seperti orang tua yang sudah memiliki planning pendidikan untuk anaknya agar sang anak mampu menjadi seorang dokter, akan tetapi sang anak memiliki impian dan harapan tersendiri dalam mewujudkan cita-citanya, yakni menjadi seorang psikolog.
Pada masa remaja pula, ketika seseorang sudah mengenal cinta, biasanya mereka akan mulai tertarik dengan lawan jenis, sehingga mereka akan mulai memperbaiki penampilan dan berpacaran. Akan tetapi, tidak semua orang tua setuju terhadap pacaran, sehingga hal ini kembali menjadi sebuah konflik, karena tidak jarang dari mereka lebih memilih pacarnya dan tidak mendengarkan perintah maupun larangan orang tua.
Psikologi positif berperan sebagai kajian yang membahas mengenai emosi dan aspek positif yang terdapat dalam diri manusia. Dalam psikologi positif terdapat aspek memafkan dan kebahagiaan terhadap diri manusia.
Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan dan tidak sempurna. Setiap manusia pernah melakukan kesalahan dan memiliki beragam emosi seperti kecewa, marah, dan sedih. Hal tersebut bisa muncul dikarenakan terdapat perasaan marah dan dendam terhadap seseorang. Perasaan tersebut mampu memunculkan dampak negatif terhadap kesehatan mental seperti benci dan dengki. Untuk menghilangkan emosi negatif seperti iri dan dengki, manusia harus memahami konsep dari forgiveness (memaafkan) itu sendiri. Sebab, memaafkan memiliki banyak dampak positif seperti membuat hidup jauh lebih tentram dan menimbulkan rasa bersyukur yang tinggi.
Manusia memiliki tujuan hidup yang utama, yakni mencari kebahagiaan. Sebab, kebahagiaan memunculkan rasa puas dalam diri manusia itu sendiri. Kebahagiaan diperoleh melalui rasa cinta dan damai. Kebahagiaan disimpulkan sebagai suatu hal yang membuat pengalaman dan perasaan seseorang menjadi senang. Kebahagiaan juga diperoleh melalui objektivitas, yakni setiap orang memiliki cara untuk memperoleh kebahagiaannya tersendiri. Contoh: seseorang merasa puas dan bahagia ketika mereka mampu memperoleh sesuatu yang telah diimpikannya sejak lama dan seseorang yang merasa bahagia ketika dirinya menjadi pribadi yang bermanfaat untuk banyak orang.
Konsep forgiveness harus diterapkan terhadap remaja, yakni agar mereka mampu menghilangkan perasaan enggan dalam memaafkan kesalahan orang lain dan mampu menurunkan ego nya. Sehingga, forgiveness itu sendiri mampu menimbulkan rasa kebahagiaan, sebab, membantu menghilangkan perasaan dendam dan membantu munculnya rasa syukur terhadap keadaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H