Mohon tunggu...
Dian Yuanita Wulandari
Dian Yuanita Wulandari Mohon Tunggu... -

Youth | Dynamic | Writing is one of passion

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Aksara Kita dalam Selimut Hujan

17 Juli 2014   05:19 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:07 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ini waktu yang tepat untuk mengaksara

Tak perlu banyak bicara, lihat..

Jemari ini telah siap dengan tumpah ruah ceritanya

Tanah di seberang sana masih mengering saja, sekering hati ini sesaat

Sebelum akhirnya waktu mengantarkanku padamu

Tak ada suara antara kita saat itu

Karena guyuran air deras menghujam batu dan cadas

Aku, kau, kita tenggelam menikmati kesyahduan yang alam ciptakan

Petrichor.

Aroma khas tanah yang senantiasa menyeruak kala hujan turun

untuk sekedar mendamaikan hati yang gulana

Dan petrichor seperti halnya kau yang entah datang ‘tuk sekedar sirami keringnya hati ini

Lalu bulir demi bulir air yang kita lihat seperti menyorakiku gila

Ya, aku amat menggilai petrichor saat itu, begitu juga padamu

Kini, hujan memunguti sisa diamku.

Membungkusku rapat hingga membisu

Tentu kau masih ingat desau hujan saat itu

Dan juga petrichornya yang menentramkan

Tidakkah kita harus berterimakasih padanya?

Tentu saja.

Kau hujan, kau yang menggerakkan aksaraku bersuara

Kau hujan rinduku, kau yang mencipta kegilaan ini

Yogyakarta, 16 Juli 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun