Ini waktu yang tepat untuk mengaksara
Tak perlu banyak bicara, lihat..
Jemari ini telah siap dengan tumpah ruah ceritanya
Tanah di seberang sana masih mengering saja, sekering hati ini sesaat
Sebelum akhirnya waktu mengantarkanku padamu
Tak ada suara antara kita saat itu
Karena guyuran air deras menghujam batu dan cadas
Aku, kau, kita tenggelam menikmati kesyahduan yang alam ciptakan
Petrichor.
Aroma khas tanah yang senantiasa menyeruak kala hujan turun
untuk sekedar mendamaikan hati yang gulana
Dan petrichor seperti halnya kau yang entah datang ‘tuk sekedar sirami keringnya hati ini
Lalu bulir demi bulir air yang kita lihat seperti menyorakiku gila
Ya, aku amat menggilai petrichor saat itu, begitu juga padamu
Kini, hujan memunguti sisa diamku.
Membungkusku rapat hingga membisu
Tentu kau masih ingat desau hujan saat itu
Dan juga petrichornya yang menentramkan
Tidakkah kita harus berterimakasih padanya?
Tentu saja.
Kau hujan, kau yang menggerakkan aksaraku bersuara
Kau hujan rinduku, kau yang mencipta kegilaan ini
Yogyakarta, 16 Juli 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H