Mohon tunggu...
Dian Utami
Dian Utami Mohon Tunggu... -

complicated woman

Selanjutnya

Tutup

Edukasi

Adakah "Baby Jazz" Setelah "Baby Blues"?

13 November 2012   04:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:30 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Baby blues oh baby blues

Tahun ini adalah tahun special bagi saya, tahun pertama saya menjadi seorang Ibu. Sewaktu hamil begitu banyak bacaan saya lahap untuk mempersiapkan kehadiran si buah hati, termasuk membeli buku tentang kehamilan dan mendidik anak. Di waktu senggang pun tak behenti saya googling mencari informasi sekitar Bumil sekaligus menjadi salah satu anggota forum ibu hamil.

Baby blues sindrom, salah satu Bab di buku yang saya baca, di kala itu terlintas dipikiran saya "masak sih seorang ibu setelah melahirkan bisa stress karena baby nya, bukankah ibu itu seharusnya bahagia", ternyata setelah melahirkan saya mengalami sendiri sindrom tersebut, tidak percaya tetapi saya memang stress,bingung, panik, cemas, emosi labil dan sering menangis.

Beginilah ceritanya;

my baby lahir di usia kehamilan 33 minggu, prematur dengan BB hanya 2 kg, tubuh mungil itu akhirnya harus lebih lama 1 hari berada di inkubator. Perasaan cemas tidak bisa melihat, menyusui dan menimang malaikat kecil kami menyebabkan saya tidak bisa istirahat tenang pasca melahirkan. Setelah kondisinya stabil, my baby diijinkan pulang, kami berbahagia menyambut anggota baru keluarga kecil kami.

Hari pertama, kami masih bingung dan panik karena my baby tidak mau menyusui, saya memutuskan menghubungi rumah sakit dan kata susternya  selama di sana disuapi dengan sendok.Baiklah saya coba, bahu membahu dengan suami saya, tetapi banyak ASI yang tumpah dibanding yang berhasil diminum. Tiga hari kami harus sabar mendengar tangisan kelaparan my baby yang akhirnya my baby harus kenal dengan dot. Saya rela asalkan tetap ASI, yang terpenting my baby tidak sering rewel dan menangis.

Permasalahan tidak selesai sampai dot, ternyata penolakan my baby untuk menyusui sangat mengganggu emosi saya. Saya merasa gagal menjadi Ibu dan merasa tidak berguna. Setiap saat saya menangis, cemas, lelah, marah, dan suka berpikir yang macam-macam.  Ketakutan akan berkurangnya ketertarikan suami  karena perubahan fisik pasca melahirkan juga menjadi penyebab kecemasan saya. Normal kah itu semua? saat itu ingin sekali berbagi perasaan saya kepada suami, tetapi saya takut jika malah suami memandang saya lemah dan membandingkan dengan saudara-saudaranya yang tidak mengalami baby blues. Akhirnya saya hanya memendam sendiri, tak jarang saya menangis di kamar mandi.

Hal yang paling parah adalah saya tidak tertarik dengan my baby, how come? pikiran saya di penuhi bagaimana caranya tampilan fisik saya bisa kembali lagi seperti sebelum hamil, saya lebih suka broswing tentang cara mengatasi strecth mark,mengecilkan perut, kembali langsing daripada belajar menyusui my baby. Dalam hati saya,saya sangat takut jika suami saya tertarik dengan wanita lain dan mengkhianati saya.Saya punya masa lalu yang menyakitkan dan membuat saya trauma sampai sekarang (akan saya ceritakan di postingan yang berbeda).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun