Mohon tunggu...
Dianty Fadilla
Dianty Fadilla Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Menulis hanya untuk mengisi waktu. Salam kenal.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Seminggu untuk Lara (8-Habis)

22 Februari 2013   04:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:55 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Senin, 2 Maret 2009

Lara merasa agak lega. Farhan tidak hanya memahaminya, tapi juga membantunya mencari solusi agar Lara bisa jujur pada Ananta. Farhan bilang, kalau Ananta benar-benar menyayanginya, Ananta pasti bisa menerimanya apa adanya. Lara pun meyakini itu.

Karyawan lain sudah berdatangan ketika Lara sampai di ruang kerjanya. Dia melirik ruang kerja Ananta. Dia tidak melihat siapa-siapa di sana. Lara bertanya-tanya dalam hatinya, tidak biasanya Ananta telat masuk kantor.

Lara kaget. Seseorang menutup matanya dari belakang. Lara tahu itu pasti Ananta. Dia membalikkan tubuh.

“Selamat datang, sayang”

Lara hanya tersenyum tipis.

“Syukurlah kamu sudah sehat. Mau kubikinkan kopi?”

“Tidak, terima kasih.”

Jelas sekali Lara melihat perubahan raut wajah Ananta dengan jawabannya yang pendek itu.

“Maaf, aku mau menemui bos dulu.”

“O..iya. silahkan!”

Ananta heran. Dia tidak habis pikir, Lara masih mencoba menghindar darinya.

“Oya, nanti aku mau bicara padamu saat makan saing. Di kantin. Kuharap kau mau meluangkan waktumu.”

“O..iya. tentu saja.”

Lara berlalu begitu saja meninggalkan Ananta yang masih terbengong-bengong. Segudang pertanyaan muncul di otak Ananta. Mana mungkin ia tidak bisa meluangkan waktu untuk Lara. Jangankan meluangkan, bolos saja ia pasti rela kalau Lara membutuhkannya. Dan yang lebih membuatnya bingung, sejak kapan Lara bersikap seformal itu padanya. Ananta tertegun memandangi langkah Lara menuju ruang bosnya.

Saat makan siang.

“Ananta, sekarang kamu sudah mengetahui bahwa selama ini aku sudah membohongimu. Aku tidak menyalahkanmu, kalau nantinya kamu membenciku. Aku...aku...aku minta maaf.”

Lara menangis. Ananta terdiam. Entah apa yang sedang dipikirkannya.

Lara kemudian merasakan tangan Ananta menyentuh pundaknya, merebahkan kepala Lara di dada bidangnya, mengusap pelan rambut Lara yang terurai.

“Aku yakin, Tuhan sangat menyayangiku. Dia memberikan semua yang terbaik untukku. Dan salah satu yang terbaik itu adalah kamu. Lara, aku menyayangimu bagaimanapun kondisimu. Aku percaya, Tuhan menganugerahimu hati tempat aku mencurahkan semua rasa cintaku.”

Lara masih terisak di bahu Ananta. Entah apa yang akan terjadi setelah itu, dia tidak tahu. Yang jelas semuanya sudah kembali membaik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun