Dian Tri Ani
23107020040
"Sensasi Indoenglish Vs pemajuan Kebudayaan" adalah karya yang ditulis oleh Bernando J Sujibto atau bisa dikenal sebagai Bje, beliau adalah penulis sekaligus Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Prodi Sosiologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Karya ini membahas tentang krisisnya penggunaan bahasa nasional bangsa Indonesia yang semakin tergantikan oleh bahasa Inggris. Fenomena ini di analisis oleh penulis bahwa pada masa kini banyak bahasa campuran indonesia english (indonenglish) yang kini eksis digunakan untuk bercakap di kalangan anak muda. Bahkan dari segi tempat-tempat makan pada daftar makanan terlihat ditulis dengan bahasa inggris.
Pada masanya, penggunaan bahasa inggris hanya digunakan oleh orang-orang tertentu, misalnya orang-orang kota kalangan selebriti. Namun, seiring berjalannya waktu tren berbahasa Inggris sudah tersebar ke berbagai pelosok.  Hal ini dikarenakan semakin berkembangnya teknologi sebagai alat penunjang proses globalisasi sehingga semua orang dapat memperoleh dan mengerti melalui  teknologi tersebut.
Menurut saya fenomena ini memang perlu diperhatikan karena secara tidak sadar, bahasa dan budaya kita sendiri mulai terkikis oleh budaya barat. Penulis mencolek istilah Captive mind yang menurutnya praktik berbicara indonenglish atau ketercekokan bahasa inggris adalah produk nyata dari istilah itu sendiri.
Secara Etimologis captive mind adalah pikiran yang terjumud atau terkurung. Syed Hussein Alatas memberikan definisi : it is unconscious of its own captivity and its conditioning factors (tidak sadar akan keterikatannya sendiri dan faktor-faktor pengondisiannya) karena faktor atau kondisi kolonialisme. Penulis memberi keterangan bahwa captive mind adalah produk dari problem inferioritas atau perasaan kalah, lemah, dan rendah di depan orang lain (dominasi barat). Â
Captive mind menuntun pada cara bertindak, bahwa berbahasa tanpa ada unsur inggris-inggrisnya dirasa kurang eksis sehingga bahasa percakapan (baik formal maupun informal) mencampuradukkan kosakata Inggris dan Indonesia. Praktik itu terjadi secara sistematis karena pada waktu bersamaan kemampuan berbahasa Inggris selalu dianggap sebagai keunggulan kompetitif di banyak sektor dalam kehidupan kita. Saya sendiri kurang begitu memahami secara luas arti dari istilah captive mind.
Penulis berpendapat bahwa perhatian terhadap nasib bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional harus terus ditumbuhkan menjadi kesadaran bersama untuk  menjaga produk kebudayaan. Lalu penulis memberikan alternatif dengan terus mengembangkan bahasa Indonesia melalui sistem pendidikan seperti perguruan tinggi, sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan lain guna melestarikan bahasa Indonesia. Pasalnya orang tua pada zaman sekarang lebih mementingkan mengajari anaknya dengan berbahasa Inggris daripada bahasa Indonesia.
Pendapat saya dalam menanggapi  essai  ini, saya setuju bahwa praktik berbahasa Indonesia mulai teralih karena adanya tren bercakap indonenglish. Namun, hal ini mungkin salah satu dampak dari adanya globalisasi sehingga kita tidak dapat menghindarinya. Saya juga sependapat bahwa cara untuk menjaga dan melestarikan bahasa Indonesia dapat diperoleh dari perguruan tinggi dengan mempertahankan pelajaran Bahasa Indonesia.Â