Mohon tunggu...
Dianti Lactea
Dianti Lactea Mohon Tunggu... -

Biasa, bisa. Tidak basi, tidak bias.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Melewatkan Puasa di Candi Buddha Doi Suthep

14 Agustus 2011   10:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:47 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Meski lama tinggal di Chiang Mai, saya agak jarang berwisata ke Candi Doi Suthep. Melewatkan hari puasa di hari Minggu pagi ini, saya starter motor dan meluncur sendiri ke candi.

[caption id="attachment_129025" align="aligncenter" width="575" caption="Chedi di Candi Doi Suthep (foto : cbstour.com)"][/caption]

Wat Phrathat Doi Suthep (dalam bahasa Thai : วัดพระธาตุดอยสุเทพ) adalah satu candi Buddhist penting di Chiang Mai, Thailand utara. Jaraknya 15 kilometer dari kota Chiang Mai, dan mudah dijangkau dengan naikl song teeuw (angkot) warna merah. Candi ini berdiri megah di lereng gunung Suthep pada ketinggian 1.650 meter di atas permukaan laut. Pemandangan indah kota Chiang Mai terlihat bebas dari candi lereng gunung ini. Candi ini konon dibangun pada tahun 1383, ditandai dengan berdirinya Chedi (stupa tembaga berwarna keemasan), dan bagian-bagian bangunan candi ditambah di sana-sini.

[caption id="attachment_129026" align="aligncenter" width="346" caption="309 anak tanggak menuju Candi Doi Suthep (www.wikipedia.com)"][/caption]

Begitu sampai di pelataran depan dekat jalan raya, Anda akan disambut puluhan gerai suvernir dan penjaja makanan. Untuk mencapai candi, pengunjung harus mendaki 309 anak tangga. Turis asing bayar 30 baht (Rp 9.000), dan warga Thai boleh masuk gratis.

[caption id="attachment_129027" align="aligncenter" width="609" caption="Tak pernah sepi pengunjung (Photo by Dianti Lactea)"][/caption]

Candi ini tak pernah sepi, sangat popular di kalangan orang Thailand sendiri maupun di kalangan wisatawan asing. Singkong Phranyut, seorang pedagang buah di candi mengatakan rata-rata Candi ini dikunjungi 1000 orang perhari; setengahnya adalah wisatawan asing.

[caption id="attachment_129028" align="aligncenter" width="613" caption="Bocah penari, menekuk tubuh, menjangkau uang dengan mulut (Photo by Dianti Lactea)"][/caption]

Berkunjung ke Wat Doi Suthep pada hari minggu lebih asyik. Anak-anak sekolah tampil menari untuk menghibur pengunjung, tentu saja sembari mengharapkan sumbangan uang lelah. Sejumlah grup penari anak mengambil posisi di tempat-tempat strategis. Saya kagum melihat satu penarik anak bisa menekuk tubuh ke belakang sambil menari kemudian menjumput uang yang diletakkan di lantai. Uang ini tentu saja sumbangan dari penonton.

[caption id="attachment_129030" align="aligncenter" width="609" caption="Salah satu shrine (tempat sesembahan). Photo by Dianti Lactea"][/caption]

Setelah puas menikmati bocah-bocah melanggang-lenggok dengan tarian tradisional Thai Utara, saya beranjak ke lantai dua kawasan Candi ini. Masuk kawasan candi lantai dua ini tak boleh sembarangan. Alas kaki harus dilepas dan pakaian harus sopan. Kawasan tempat Chedi tembaga berdiri adalah zona paling suci, yang dikeliling puluhan pagoda, patung, stupa dan tempat-tempat pemujaan. Candi ini memboyong sekaligus aspek-aspek Buddhisme dan Hindhuisme. Jadi jangan heran bila patung Hindu ganesha (gajah) juga bisa Anda jumpai di sini.

Sejumlah pengunjung berkeliling Chedi dengan mendekap tangkai bunga lotus di jari dan melantonkan doa-doa. Beberapa orang khusuk berdoa di tempat-tempat pemujaan (shrine), dan duduk takjim di hadapan biksu untuk mendapatkan wejangan dan berkah.

[caption id="attachment_129031" align="aligncenter" width="605" caption="Boleh berderma pakai kartu kredit (Photo by Dianti Lactea)"][/caption]

Yang menarik dari eksistensi candi ini (dan candi-candi lain di Thailand), adalah fakta bahwa candi memiliki fungsi relgius, sosial dan ekonomis sekaligus. Perawatan candi sebagai sebuah tempat wisata sangat bergantung dari sumbangan pengunjung. Mereka yang berdoa di kawasan candi pasti akan meninggalkan derma berupa uang yang mereka percaya akan menjadi bekal di kehidupan sesudah mati nanti. Tak mengherankan bisa uang baht mengalir ke berbagai sudut Candi. Tak usah heran pula bahwa di satu bagian shrine, ada mesin gesek kartu kredit. Itu artinya, Anda bisa menyumbangkan uang tanpa perlu membawa uang tunai. Jadi, candi ini membuka kesempatan masuknya monetary donation (sumbangan uang) secara tradisional dan modern.

[caption id="attachment_129033" align="aligncenter" width="528" caption="Lembaran uang 20 baht (Rp6.000) di tangan patung Buddha (photo by Dianti Lactea)"][/caption]

Dari segi sosioekonomi, Candi Doi Suthep adalah sumber kehidupan, terutama bagi pedagang cinderamata dan makanan. Lihat saja, betapa kreatifnya wujud dagangan souvenir mereka. Selain itu, para siswa dari keluarga kurang mampu boleh mendulang sumbangan melalui pertunjukan tari. Setiap hari Minggu dan libur, minimal ada 7 grup tari yang menggelar pertunjukan di situ.

[caption id="attachment_129035" align="aligncenter" width="588" caption="Cinderamata dari kaleng bekas (Photo by Dianti Lactea)"][/caption]

Pemandu wisata, juru foto keliling pakai Polaroid, dan penyedia jasa transportasi adalah mereka yang diuntungkan juga dengan kehadiran candi. Asyiknya lagi, pedagang souvenir dan penyedia jasa transportasi tidak suka maksa-maksa pembeli seperti di Candi Borobudur.

[caption id="attachment_129037" align="aligncenter" width="541" caption="Panorama Chiang Mai dari Candi Doi Suthep (photo by Dianti Lactea)"][/caption]

Itulah sebabnya, bagi saya, berwisata ke candi Doi Suthep ini punya makna penting : memahami harmoni dan kelangsungan kehidupan serta belajar mengenali aspek-aspek religiusitas kepercayaan lain.

Sumber :

www.wikipedia.or

www.visit-chiang-mai-online.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun