"Kamu boleh pergi sekarang. Jangan pernah lagi mencariku," ucap Ayu begitu dingin.
"Kenapa?"
"Aku akan menyerahkan diriku ke polisi, kekesalanku sudah terbalaskan."
"Ayu, maafkan aku," bisik Angga.
"Tidak ada yang perlu disesalkan. Maafku tidak perlu kau minta. Aku mencintaimu tanpa syarat. Â Namun nyatanya semua orang berhak melakukan apapun sesuai apa yang diinginkannya bukan? Seperti aku yang ingin menghabisi dia. Pun semua orang boleh tidak melakukan apa yang tidak ia inginkan. Termasuk ketidak inginanmu menolong dan membantu ketidakberdayaanku menghadapi manusia licik itu."
Kalimatnya terucap gamblang. Seolah tanpa beban. Perempuan itu sadar betul jika apa yang ia lakukan sudah berada di dalam urutan rencananya. Kebencian kepada Wahyu sudah menguasai sanubarinya.
"Kenapa kamu tega melakukannya?" Angga memberanikan diri untuk bertanya hal yang sebenarnya tidak berguna. Karena Wahyu tidak akan pernah kembali.
"Jika kamu tahu, maka kamu pun akan termotivasi untuk melakukan hal yang sama," jawab Ayu dengan penuh kebencian.
Suara sirine mendekat. Tidak lama kemudian polisi datang membawa Ayu. Beberapa dari mereka menangani jasad korban.
Ayu memeluk Angga erat sesaat sebelum polisi membawanya pergi.
"Aku sangat mencintaimu. Sampai kapanpun. Hatiku milikmu seutuhnya, Angga. Hanya satu yang perlu kamu tahu, kadang perempuan dihadapkan kepada keadaan yang di luar kuasanya. Maafkan aku telah menjadi pembunuh. Biar aku kurangi jumlah lelaki biadab di bumi ini. Dan kamu, jadilah lelaki baik sampai kapanpun."