Mohon tunggu...
Diantika IE
Diantika IE Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Penulis, Blogger, Guru, Alumnus Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Menulis di Blog Pribadi https://ruangpena.id/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Antara Kesetiaan dan Dendam Perempuan

11 Agustus 2021   19:40 Diperbarui: 11 Agustus 2021   19:41 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tidak ada gunanya aku menjelaskan. Pada akhirnya kamu akan dibakar api cemburu dan  menyalahkan aku seperti biasanya. Kamu tidak pernah paham bagaimana rasanya menjadi aku. Wahyu adalah lelaki paling berengsek yang pernah aku temui."

"Katakan Ayu!"

"Apa yang harus aku katakana lagi? Pada akhirnya kamu tidak akan pernah bisa melakukan apapun kepadanya sebagai bentuk pembelaanmu kepadaku."

Angga terdiam. Kemudian, "relakan saja aku. Jangan pernah mencariku lagi. Mungkin sudah jadi takdirku untuk menjadi budaknya Wahyu."

Sambungan telepon terputus. Sejenak kemudian pikiran-pikiran buruk datang bergantian di kepalanya. Sejumput sesal memenuhi perasaan. Angga memang terlalu acuh membiarkan Ayu berjuang sendirian. Ia menuntut menuntut kesetiaan, tetapi ia membiarkan Ayu diganggu lelaki lain. Seharunya ia bertindak dan menyelesaikan semuanya. 

Apa daya, Angga selalu merasa tidak memiliki kemampuan untuk itu. Ia tahu betul jika Wahyu mampu memberikan semua yang Ayu butuhkan. Alasan itu pula yang mungkin menjadikan Wahyu begitu senang main perempuan dan menganggap bahwa perempuan bisa dibeli dengan kekuasaan dan uang.

Hanya saja tidak demikian dengan Ayu. Ayu adalah perempuan yang bisa dipercaya. Dengan modal kepeercayan itulah Angga membiarkan Ayu menghadapinya sendirian. Angga yakin bahwa hati Ayu hanya terpaut kepadanya.

Etelah menerima telepon itu ada sebuah tekada dalam diri Angga. Kali ini Angga tidak mau egois. Ia harus menemui Ayu di kotanya. Sore hari, Angga mengendarakan motornya secepat mungkin. Mencari tahu keberadaan Ayu petang itu bukan hal yang mudah. Setelah melakukan berbagai usaha akhirnya ia mengetahui jika Ayu ada di sebuah rumah tua yang belakangn diketahui sebagai rumah milik mendiang orangtua Wahyu. 

Namun sayang, Angga terlambat datang. Ayu telah selesai menunaikan dendamnya. Kini hanya sesal yang tersisa.

"Angga...," panggil Ayu dengan suara gemetar.

Angga meberanikan diri mendekati perampuan itu. Berjongkok di hadapan Ayu yang masih lemas besimpuh di lantai tanpa bisa mengeluarkan sepatah katapun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun