"Eh, iya, aku pun," jawabku.Â
Kau pun tersenyum, lega.Â
"Sudah, aku telah mengatakannya. Sekarang aku akan menyalakan AC, agar orang-orang di luar bisa melihat kita lagi."
Embun di kaca mulai menipis, tulisan nama dan gambar love yang kau buat pun menghilang perlahan.Â
"Ah, ukiran cinta kita tergapus oleh AC mobil," ucapmu dengan nada yang konyol.Â
Aku tak sanggup menahan tawa. Kau ini memang lucu dan selalu menyenangkan, batinku.Â
"Kau mau turun?" kau bertanya padaku. Ada lirikan jail di matamu, kau mengajakku main hujan dan membiarkan seluruh tubuh basah seperti yang pernah kita lakukan sebelumnya. Kita menari di tengah derasnya hujan bagai anak kecil yang girang penuh kebebasan. Kali itu kau mengantarku pulang dengan memakaikanku jaket. Aku kedinginan dan besok harinya kau memberi kabar jika kau demam tinggi. Aku menyesal. Maka dari itu, aku tak mau melakukan hal itu hari ini. Biar hujan kunikmati dari dalam mobil saja.
"Aku tidak bawa baju ganti," jawabku. "Aku tak mau kau sakit lagi."
Kau tertawa terbahak-bahak dan mengajukan pembelaan kalau saat itu memang daya tahan tubuhmusedang tidak bersahabat.
Hujan pun turun semakin deras, kau kembali mengemudikan mobilmu. Kemudian berhenti di sebuah kedai bakso. bajuku basah terkena hujan saat berjalan dari parkiran sampai di kedai.Â
Kau tak berhenti mengajakku berbincang-bincang dengan topik hangat bergantian. Kamu itu memang hebat, tak pernah kehabisan bahan pembicaraan. Percakapan kita semakin hangat, membuat aku lupa dengan dingin yang terasa.
Kau tahu betul jika aku sering merasa begitu damai ketika hujan turun. Satu yang kau tak pernah lupa, bahwa aku lebih percaya kepada hujan untuk melampiaskan semua tangisan, kesedihan dan luluh lantaknya hati ini. Namun, apakah kau tahu? Sejak sore itu, tak hanya hujan yang aku jadikan andalan sebagai pengobat kesedihan. Tapi sejak hujan di sore itu, aku percaya kamu juga bisa melakukannya.
Kau bisa menjadi penghiburku, penyebab terbitnya senyum-senyumku. Kau, bisa membuat aku lupa jika aku sedang sedih, dan marah sekalipun. Kau adalah tempat ternyaman yang selalu ingin aku jadikan tempatku pulang dan tempatku kembali, dan tempatku bersandar. Entah itu saat aku bersedih, atau bahagia sekalipun. Aku ingin selalu berbagi denganmu. Ya, hanya denganmu.
Hari ini hujan datang lagi. Cukup deras, sederas hari itu. namun kali ini berbeda, tidak ada kamu pun tak ada tarian juga nyanyian di antara rinainya. Aku hanya duduk di sisian jendela memandangi hujan itu, sambil memungut kenangan tentang kamu.
Tanpa terasa ada titik air yang mengalir di pipiku. Dadaku mendadak terasa sesak. Ada sesal yang mendalam, mengapa dulu tidak kita lanjutkan kisah kita? Menyelesaikan semuanya. Mungkin kini aku tidak akan merasakan kekosongan seperti ini.
Sejak kita bercanda dalam hujan kali itu, aku tidak pernah sedikitpun melupakanmu. Jujur, aku mencintaimu sedalam rasa yang aku punya. Aku pun mengetahui bahwa kamu memiliki rasa yang sama. Tulisan dan gambar yang kau buat di kaca, itu benar adanya.Â
Namun sayangnya ada satu hal yang selalu tidak bisa aku terima, yaitu sikapmu yang masih terlalu terbuka kepada setiap perempuan yang menyukaimu. Respon terbaik selalu mereka dapatkan, membuat mereka semakin  jatuh cinta kepadamu. Dari sana aku meyakinkan diri, bahwa aku tidak akan sanggup jika memiliki pasangan yang dicintai banyak perempuan. Hatiku akan hancur setiap hari diserang api cemburu.
"Aku tunggu di halte ya, gak usah bawa kendaraan, kamu ikut aku saja," itu salah satu tawaran yang kamu berikan kepada temanmu saat kalian akan reuni dengan teman SMPmu.
Masih terekam di telingaku percakapan kalian saat kau sengaja mengeraskan suara percakapan telefonmu. Perempuan itu bermanja dengan bebasnya, merengek, dan kau mengiyakan setiap permintaannya. Rasanya, aku salah besar jika kemudian aku merasa kalau akulah satu-satunya yang menjadi perempuan spesial dalam hatimu.
Sejuta nyaman yang kau beri, harus aku enyahkan dengan semua kemungkinan yang terpikirakan di kepalaku. Sekali lagi, aku tidak mau hidup bersama dengan orang yang disukai banyak perempuan dan berbuat baik kepada semua perempuan.
Aku egois? Tentu saja aku rasa tidak. Aku pun merasa berhak atas itu. Aku harus menjaga perasanku sendiri.Â