Hhh, orang bilang itu adalah godaan ketika seseorang akan menikah. Kau pun berusaha menepisnya, mengusir bayangan Yessi adalah hal yang paling sering kau lakukan. Namun semakin mencoba melupakan semakin lekatlah sosok itu di pikiranmu. Yessi malah semakin mendarah daging dengan tubuhmu. Sampai suatu ketika, bahkan berulang-ulang pertanyaan besar itu datang, "apakah aku gagalakan saja rencana pertikahan dengan Sofi?"
Pikiran gila itu menguat tiba-tiba. Ketika kau melangkahkan kaki ke tepi Situ lengkong. Tepat saat kakimu menginjak jembatan bambou yang menghubungkan pengunjung ke rakit-rakit yang akan berangkat keliling danau.
"Kang, kemana saja? Neng Yessi teu diajak?" Mang Darman berteriak dari rakitnya yang berjarak empat meter lagi dari posisimu berdiri. Dadamu terhenyak. Selama dua tahun tidak ke sana bersama Yessi, penjaga rakit masih mengingat nama perempuan itu. Kamu hanya bisa menggelengkan kepala tanpa bisa menjawab satu patah kata pun.
"Neng Yessi seminggu yang lalu ke sini, Kang!" ujarnya kemudian. Kini kamu bisa mendengerkan Mang Darman bicara tanpa berteriak. Karena kamu sudah duduk di rakitnya. Kamu terkejut. Lalu, "hari apa? Sama siapa, Mang?" kalimatmu terdengar begitu bersemangat, sekaligus penuh sesal.
"Sama teman-temannya, perempuan semua. Tapi ketika yang lain sibuk menikmati pemandangan, si Neng mah malah cerita banyak sama Mamang," ujar Mang Darman. Kamu menelan ludah, tanpa melepaskan pandangan dari wajah Mang Darman yang penuh keringat. Ia sibuk mengayuh, mendorong bambunya untuk menggerakan rakit.
"Katanya dia rindu sama Akang," ucapnya kemudian sambil terkekeh. Ada rasa yang sulit kau gambarkan dalam dadamu. Antara senang dan lagi-lagi kesal, mengapa perempuan itu tidak memintamu untuk datang pula di Situ Lengkong pada hari dan jam yang sama.
"Lalu, Mang?" kau pun bertanya penasaran. Sayangnya Mang Darman enggan melanjutkan ceritanya. "Akang temuin saja Neng Yessi. Biar tidak menyesal, ya!" ujarnya. Lalu memperkuat kayuhan bambunya.
Lamunanmu menerawang. Saat itu pula ingin rasanya kamu langsung menghubungi Yessi. Bertanya kabar, dan menanyakan mengapa tidak memberi kabar jika kembali ke Situ Lengkong, tempat yang paling memiliki kenangan seantero Ciamis dalam waktu dekat ini. Namun kemudian kamu baru ingat, jika ponselmu kau tinggalkan di mobilmu.
Kamis ini begitu berbeda. Lain dari biasanya, Situ Lengkong membiusmu masuk ke dalam dunia yang entah apa. Kau pun menjadi lupa tujuan datang ke sana. Tujuan yang memang selalu abu-abu. Antara ingin menghilangkan penat atau sekadar mencoba meyakinkan diri apakah benar ia akan menikahi Sofi dalam keadaan hati yang berpaling.
Sungguh, kabar yang kau dapat dari Mang Darman hari itu telah membuat kesimpulanmu semakin bulat. Ya, semua perasaanmu, kini tidak lagi buat Sofi yang justru akan mendampingi hidupmu seumur hidup jika kalian jadi menikah.
Mang Darman kembali menyarankan kau menemui Yessi sesaat sebelum kau meninggalkannya di tepian Danau. Kau kembali ke tembok tadi, mendekati mobilmu. Menyapa penjual Cilok keliling, melempar senyum pada petugas parkir berbaju biru, lalu melambakan tangan kepada petugas kebersihan yang berteriak menyapamu dari sebrang jalan.