Mohon tunggu...
Dian Suryaningsih Kusumawardani
Dian Suryaningsih Kusumawardani Mohon Tunggu... -

Seorang mahasiswi semester 8 program studi perikanan Fakultas Perikanan Universitas Padjadjaran, Jatinangor

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Penolakan Terhadap Ajang Miss World, Sebuah Bentuk Kepedulian Umat

10 September 2013   20:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:05 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Dian Suryaningsih K

Meskipun ditentang oleh berbagai elemen masyarakat, pemerintah Indonesia tetap bersikukuh untuk memberikan perizinan penyelenggaraan kontes ratu sejagad “Miss World 2013” di negeri mayoritas muslim ini. Panitia pun menjanjikan kepada pihak-pihak yang menolak dengan tegas dan masyarakat umum bahwa pelaksanaan kontes kecantikan kali ini akan lebih “sopan” dan mengikuti budaya ketimuran, dimana sesi penilaian penggunaan bikini oleh para kontestan akan ditiadakan. Selain itu, mereka berdalih bahwasanya acara ini adalah ajang promosi kebudayaan dan pariwisata Indonesia di mata dunia yang dapat meningkatkan devisa negara. Namun, semua hal itu hanyalah motif pengelakan belaka dari pihak penyelenggara agar perhelatan tersebut dapat tetap berjalan dan mendapat dukungan dari masyarakat sehingga mereka tidak akan mengalami kerugian finansial yang amat besar nantinya.

Apabila ditelaah lebih mendalam, sejatinya banyak alasan bagi kita semua untuk dapat menolak dengan tegas penyelenggaraan acara “Miss World” dan kontes kecantikan sejenis lainnya. Alasan pertama, jika dilihat dari sejarahnya, ajang “Miss World” yang pertama kali diselenggarakan di Inggris dibuat sebagai sarana promosi sebuah merk produk baju renang (bikini) dan pakaian dalam wanita. Akan tetapi, setelah dilihat cukup potensial untuk mendatangkan keuntungan materi yang melimpah, maka pemrakarsa acara tersebut yaitu Eric Morley menjadikan kontes tersebut sebagai ajang tahunan yang melibatkan kontestan dari negara-negara lain. Sehingga jelas, kontes “Miss World” tak lebih dari sekedar kepentingan bisnis semata yang berbasis pengumbaran kemolekan tubuh wanita. Alasan kedua, ajang “Miss World” menjadikan kecantikan dan kesempuraan fisik seorang wanita (tentunya sesuai standar kapitalisme) sebagai tolok ukur kemenangan dalam kompetisi tersebut. Hal ini jelas bertentangan dengan Islam, dimana kemuliaan seseorang termasuk wanita tidak diukur dari bentuk tubuh yang proporsional melainkan dari derajat ketakwaannya di hadapan Allah swt. Alasan ketiga, perhelatan tahunan “Miss World” merupakan upaya hegemonisasi budaya barat yang sarat dengan gaya hidup hedonisme dan liberalisasi. Kegemerlapan perhiasan mewah, aneka busana hasil rancangan desainer terkenal dan berbagai produk kosmetik ternama yang digunakan oleh para kontestan “Miss World” tentunya dapat mempengaruhi pola pikir pemirsanya agar menyerupai gaya idola mereka. Selain itu, konsep wanita yang sempurna dan layak menyandang gelar sebagai ratu sejagad adalah mereka yang dapat menyesuaikan gaya hidup dan pola pikirnya dengan apa yang diinginkan barat, seperti mengusung ide liberalisme, feminisme, dsb. Dari ketiga alasan itu saja sudah sangat jelas mengapa masyarakat harus menolak dengan tegas penyelenggaraan kontes kecantikan seperti “Miss World” dan yang sejenisnya.

Penolakan tegas terhadap kontes “Miss World” yang diselenggarakan di Indonesia pada tahun ini merupakan sebuah bentuk kepedulian umat terhadap penjagaan moral bangsanya yang semestinya didukung oleh pemerintah, bukan malah dikompromikan dan mengambil solusi jalan tengah. Sebab, pada dasarnya Islam sebagai agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia telah memposisikan perempuan sebagai seseorang yang kehormatan dan kemuliaannya harus dijaga. Bahkan dalam suatu hadits, jelas bahwa Allah swt. telah mengharamkan segala bentuk eksploitasi tubuh perempuan dan memerintahkan perempuan untuk selalu menjaga kehormatan diri dengan cara menutup auratnya di hadapan publik. Hal ini jelas bertolak belakang dengan konsep ajang “Miss World” yang berangkat dari pola pikir kapitalisme, dimana perempuan ditempatkan sebagai objek yang harus dieksploitasi karena dapat mendatangkan keuntungan materi. Tentulah, hanya dengan penerapan Islam secara total perempuan di seluruh dunia dapat dijaga kehormatannya dan memiliki peran yang mulia sebagai pendidik generasi umat. –Mahasiswi FPIK Unpad 2010-

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun