Dalam beberapa tahun terakhir, pengendalian iklim telah menjadi isu global yang mendesak, ditandai dengan kebutuhan mendesak untuk mengatasi dampak perubahan iklim yang merusak. Perjanjian Paris, yang diadopsi pada tahun 2015, menjadi tonggak penting dalam upaya kolektif negara-negara di seluruh dunia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan menjaga kenaikan suhu global di bawah 2 derajat Celsius. Meskipun Perjanjian Paris sering dipandang sebagai pendorong utama bagi dukungan terhadap pengendalian iklim, berbagai inisiatif dan kebijakan lokal juga turut berperan dalam menciptakan kesadaran dan tindakan nyata terhadap isu ini. Sebagai contoh, wacana mengenai transisi energi terbarukan dan konservasi lingkungan semakin mengemuka di berbagai negara, menunjukan bahwa dukungan untuk pengendalian iklim tidak semata-mata berasal dari kesepakatan internasional, melainkan juga dari komitmen masyarakat dan pemerintah lokal. Pendekatan holistik ini menunjukkan bahwa pengendalian iklim memerlukan kolaborasi lintas sektor dan tingkatan.
Sebelum 2015, inisiatif perubahan iklim telah mengalami perjalanan panjang dan kompleks yang mencerminkan kesadaran global terhadap tantangan lingkungan. Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro pada tahun 1992 menjadi titik awal penting, di mana Protokol Kyoto kemudian diadopsi pada tahun 1997, menandai upaya pertama untuk mengikat negara-negara maju dalam mengurangi emisi gas rumah kaca (Majekolagbe et al., 2018). Meskipun demikian, pelaksanaan Protokol Kyoto masih terganjal oleh berbagai tantangan, termasuk pengabaian sejumlah negara besar dan ketidakadilan dalam distribusi tanggung jawab antara negara maju dan berkembang. Selain itu, terbentuknya berbagai mekanisme seperti Clean Development Mechanism (CDM) menunjukkan upaya transfer teknologi yang dipengaruhi oleh dinamika Nord-Selatan. Dengan demikian, konteks sejarah inisiatif ini jelas menunjukkan bahwa dukungan untuk kontrol iklim tidak sepenuhnya muncul dari Paris Agreement, melainkan merupakan akumulasi dari berbagai praktik dan pembelajaran global yang telah berlangsung sebelumnya.
Peran gerakan global dan kesadaran publik merupakan komponen penting dalam mendukung aksi iklim yang lebih luas, khususnya setelah kesepakatan Paris 2015. Terlepas dari kerangka hukum yang ditawarkan oleh perjanjian tersebut, sebenarnya, perubahan iklim juga menjadi isu yang diangkat oleh berbagai gerakan sosial yang mengandalkan media sebagai alat penyebarluasan informasi. Seperti yang diungkapkan dalam salah satu analisis, Aktivisme digital telah menjadi elemen penting dalam mendorong perubahan sosial dan politik di era globalisasi. (quote1). Dengan demikian, melalui kampanye digital dan inisiatif lokal, masyarakat dapat meningkatkan kesadaran dan mendorong pengambilan keputusan yang lebih baik di tingkat pemerintah maupun perusahaan. Selain itu, kombinasi antara kesadaran publik dan gerakan global berpotensi untuk mengubah paradigma berpikir kolektif, yang pada gilirannya dapat mendukung upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim secara lebih efektif.
Kesimpulan dari diskusi ini menunjukkan bahwa meskipun Perjanjian Paris 2015 memainkan peran penting sebagai landasan bagi dukungan global dalam mengatasi perubahan iklim, keberlangsungan upaya klimatis tidak semata-mata bergantung padanya. Dukungan untuk kontrol iklim telah berkembang melalui serangkaian inisiatif dan kebijakan yang bersifat lokal, nasional, dan internasional, termasuk program energi  terbarukan dan pengelolaan lingkungan. Misalnya, gambar menggambarkan pentingnya transisi energi yang berkelanjutan dalam konteks Indonesia, mengindikasikan bahwa negara tersebut aktif berinvestasi dalam sumber energi ramah lingkungan sebagai respons terhadap tantangan iklim global. Selain itu, kerangka hukum, seperti yang dibahas dalam dokumen , menyoroti upaya strategis untuk mengoptimalkan instrumen ekonomi lingkungan. Dengan demikian, dukungan untuk kontrol iklim harus dipandang sebagai ekosistem kompleks yang melibatkan banyak peserta dan upaya, bukan hanya sebagai dampak dari Perjanjian Paris.
References:
Frasz A, Sidford H. (2016). Beyond Green: The Arts as a Catalyst for Sustainability. Salzburg Global Seminar, https://core.ac.uk/download/75784559.pdf (Accessed: 15 Dec, 2024).
Elliott C, Waskow D, Northrop E, McGray H, Thwaites J, Mogelgaard K, Levin K, Krnjaic M, Dagnet Y. (2016). Staying on Track from Paris: Advancing the Key Elements of the Paris Agreement. World Resources Institute (WRI), https://core.ac.uk/download/75784589.pdf (Accessed: 15 Dec, 2024).
Majekolagbe, Adebayo. (2018). Game of Tones: A Twail-Analysis of the Evolution and Impacts of the United Nations Framework Convention on Climate Change Technology Transfer Regime in Africa. Schulich Law Scholars, https://core.ac.uk/download/524986221.pdf (Accessed: 15 Dec, 2024).