Mohon tunggu...
Dian Utami Soekanto
Dian Utami Soekanto Mohon Tunggu... -

Penulis, pemerhati masalah disabilitas, aktivis, ibu dari 4 anak

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Predator di Sekitar Kita

11 Juni 2016   10:07 Diperbarui: 11 Juni 2016   10:20 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapakah predator di sekitar kita?
Predator memang bisa memakai baju apa saja. Ada yg pakai baju koko, baju pendeta, baju aparat, baju pengusaha, baju guru, baju artis dll. Bukan berarti kita harus mencurigai semua orang di sekitar kita. Namun kewaspadaan adalah satu bentuk perlindungan diri dan pencegahan yg sangat efektif. Dengan memahami karakter predator kita bisa mengenali modus mereka dan menangkap gejala pelecehan sedini mungkin.

Dalam waktu yg hampir bersamaan terungkap modus seorang guru ngaji di Bekasi yg membujuk calon korbannya anak2 kecil dengan komik dan permen, serta kasus dua pendeta di Jakarta memperkosa pembantu dan anak-anak yg tinggal di panti asuhan yayasan yg mereka kelola. Seorang guru SLB di Bogor beberapa waktu lalu melakukan pencabulan terhadap anak didiknya dengan berbagai kondisi disabilitas.

Begitu banyak ternyata kasus dan skandal melibatkan orang yg telah kita beri kepercayaan.

Gereja katolik termasuk salah satu institusi dengan catatan sejarah kekerasan seksual yang kelam. Ribuan korban membawa beban trauma hingga dewasa, sebagian di antaranya akhirnya menjadi predator pula.
Contoh skandal dengan skala masif adalah gereja katolik di Irlandia Utara dengan korban ratusan bahkan ribuan anak dan wanita dalam posisi lemah yg di-abuse secara sistematis. Kemudian kasus gereja katolik di Boston yg akhirnya diangkat jadi film Spotlight. Mengungkap kasus dari institusi agama yg mapan seperti ini membutuhkan waktu puluhan tahun karena para petinggi negara dan pemuka agama pun mati-matian menutupinya. Di Indonesia para santri di pesantren tradisional rentan menjadi sasaran pelecehan dan kekerasan seksual.

Artis atau selebriti, pengusaha dan politisi juga termasuk yg amat mudah memanfaatkan pengaruhnya untuk memuaskan nafsu setannya. Di Indonesia kasus Sonny pengusaha predator dari Kediri dg korban anak dan remaja sekitar 60 orang dan hanya dihukum 9 tahun.

Di Inggris kasus high profile yg paling prolifik mungkin adalah Jimmy Saville, seorang DJ dan entertainer yg dikenal hampir semua keluarga disana karena mengisi acara anak-anak yg populer. Ia menjadi patron dari beberapa Rumah Sakit dan rumah penampungan anak disana, tempat ia mencari mangsanya. Kerja 'sosialnya' mendapat penghargaan dari Ratu Inggris berupa gelar bangsawan (OBE) dan gelar ksatria dari gereja Inggris. Korban yg telah berhasil dilacak mencapai lebih dari 400 orang dalam rentang waktu 6 dekade karirnya. Semuanya baru mulai terungkap saat ia sudah mati tahun 2011. Skandal ini menjadi dahsyat karena melibatkan petinggi BBC tempat ia bekerja yg mendiamkan atau bahkan menutupinya.

Di kalangan entertainment hal ini sudah menjadi rahasia umum, skalanya sudah tidak ada ukurannya lagi. Penyanyi Cliff Richard dan tokoh bapak ideal Bill Cosby saat ini sedang menjalani pemeriksaan dan tuntutan.
Dan daftar itu seakan tak ada habisnya.
Di Indonesia kasus incest semakin banyak yg terungkap, atau pun orang yg masih memiliki hubungan kekerabatan.

Lalu di jaman seperti ini, siapa yg bisa kita percayai? Trust your instinct. Menjaga anak terutama remaja kata orang seperti bermain layangan. Ada saatnya diulur ada saatnya ditarik mendekat, tapi tak pernah benar-benar kita lepaskan talinya karena pasti akan hilang terbawa angin. Orang tua harus memiliki sistem sensor yg amat sensitif untuk melihat perubahan perilaku anak. Kita juga harus punya radar saat anak merasa tidak nyaman dengan sesuatu atau seseorang, selain mengenali lingkungan dan dengan siapa saja mereka berinteraksi. Selalu membuka jalur komunikasi 2 arah, selalu siap untuk duduk dan mendengarkan dengan perhatian penuh tanpa memotong pembicaraan anak dan remaja kita. Menghindari sikap menghakimi atau menuntut atau merasa paling benar, bahkan jangan ragu menanyakan pendapat mereka tentang apa saja. Mendampingi dan menggenggam tangan mereka melalui masa-masa sulit. Menunjukkan rasa sayang dan perhatian dengan berbagai ekspresi sehingga anak tak merasa perlu mencari perhatian dari orang lain.

Dan tentunya yg paling penting, berdoa dan memperlindungkan mereka selalu pada Yang Maha Penyayang, Sebaik-baik Penjaga. Karena tangan dan mata kita sungguh terbatas, namun perlindunganNya mencakup langit dan bumi, yang nampak dan yang tidak nampak...
Semoga Allah jaga generasi anak cucu kita seterusnya dari berbagai bahaya, fitnah dan musibah.
‪#‎selamatkananakIndonesia‬
‪#‎saveourchildren‬

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun