Syurga, yah bagiku engkau lah surga terindah bagiku bu.
Bukan hanya terindah namun terkuat, sepanjang perjalanan hidupmu seluruh amanah mu panutan bagi ku. Bagaimana kuatnya beliau melawan segala rintangan dunia. Sewaktu kami sekira kelas 4 SD beliau di diagnosa dokter mengalami gangguan ginjal dan asam urat, melakukan fisioterapi mulai dari RS. ITCI Kartika Utama hingga beberapa RS di Balikpapan seperti RS. Restu Ibu dan RS. tentara. Lelah dengan fisioterapi, memutuskan untuk terapi mandiri di rumah dengan membakar batu bata lalu setelah panas di lapisi kain lalu di injak-injak, alhamdulillah nampak keberkahan.
Melanjutkan waktu yang berjalan, ketika kami memutuskan untuk pindah merantau ke Penajam Paser Utara di situlah beliau mengalami guncangan jiwa yang dahsyat. Di tinggal anak, menantu terutama cucu pertama dan saat itu satu-satunya. Yah mungkin  memang benar, sesayangnya sama anak lebih sayang lagi terhadap cucu. Dan untuk menghilangkan kegundahan tersebut beliau meminum kopi, tidak lagi dua cangkir dalam satu hari tapi seingatnya. Bahkan bukan lagi menggunakan cangkir tapi mug besar. Patah hati karena perginya "gandolane ati".
Selang satu tahun terdengarlah kabar itu, yang tak kami harapkan yang tak kami inginkan. Dokter mengdiagnosa diabetes, dengan kadar gula yang pastinya di atas rata-rata. Semua yang melihat pasti bertanya kenapa kok kurus, kok ini, kok itu namun beitulah takdir. Waktu terus bergulir hingga tak terasa sepuluh tahun berlalu, engkau lalui hari-hari dengan rutin mengkonsumsi obat serta ramuan herbal.
Engkau yang selalu ingin membahagiakan keluarga selalu ingin liburan dengan kami, alhamdulillah kami masih bisa mengabulkannya bu. Namun di bulan Desember tahun 2023, agaknya menjadi firasat buruk bagi kami. Bagaimana tidak, di sore itu sehari selepas dari pantai di Muara Badak ibu mengajak jalan menyusuri sungai melewati jembatan dengan alasan mengantarkan kami ke rumah mbah Tun.Â
"Yan, dengarkan pesan ibu y, karena kita g tau namanya umur kan rahasia Allah tapi ibu bolehkan sampaikan ke kamu, cuma kamu yang paling ngerti ketimbang adek mu."begitu titah ibu. Â "Ibu apasih, g usah biacara begitu." ucap kami. "Ibu punya jarik lumayan tapi paling kalau kurang 1 atau 2 lembar karena ibu berikan waktu ninggalnya pak puh Di, tapi biasanya g boleh yang bergambar burung. Ibu juga beli banyak gamis satu set hijab. biasanya nanti yang memandikan di kasih baju, seumpama yang mengurus membantu memandikan ada tiga ya kasih aja semua, kamu pilihkan saja sesukamu. Kamu masih ingat g ibu-ibu pengajian yang kamu bilang berwajah judes dulu itu, dia sekarang yang bertugas mengurus rukun jenazah. Hanya wajahnya saja namun baik kok orangnya, nanti ikuti saja arahan beliau ketika memandikan ibu. Kalau orang jawa ada adatnya tabur beras kuning biasanya mbah Marsel yang suka buat, tapi yah tanyakan lagi ke bapak kamu tau kan kerasnya bapak bagaimana. Kalau masalah masak makanan untuk tamu dari setelah pemakaman kamu atur aja bagaimana baiknya dengan sodara kita." Baiklah ucapku,namun setengah tidak begitu mengiyakan karena berharap masih lama perjalanan bersama ibu.
Singkat cerita, di kala liburan sekolah tiba "Yan, ibu sama bapak liburan kali ini mau ke sambang jawa dulu, si Fira ibu bawa, biar adil anakmu si Qeyla tak bawa, kalau di minta bawa Nayya juga ibu sama bapak belum bisa momongnya." titah Ibu. "Baiklah bu, biar nanti gantian saja ibu dulu ke Jawa, Dian Jaga rumah Samarinda dulu. Nanti ketika ibu sudah kembali baru gantian kami sekeluarga ke Jawa." Ucap kami. Dan harapan nya berjalan sesuai dengan rencana namun ketika di Jawa ibu sakit, drop dan ingin segera pulang ke Kaltim walaupun kami bilang di senangkan dulu di Jawa. Setelah tiba di Samarinda kesehatan berangsur normal kami pin berpamitan ke Jawa.
Awal bulan September, secara mendadak ibu memberi kabar. "Yan, turun jemput ibu, ibu sudah di rumah mbah mamak kangen sama kalian ibu mau ke Perum. STN sama kalian beberapa hari". Titah Ibu. Dengan hati senang dan gembira dengan membawa odong-odong kesayangan kami pun turun dengan niat menjemput ibu. setelah beristirahat dan bersenda gurau sejenak kami pun melanjutkan perjalanan menuju STN, namun ada hal takdir tak tak terduga kami mengalami lakalantas bertabrakan dengan truck. Tapi Allah maha baik memberikan kami semua "nyawa kedua."
Setelah beberapa hari pengobatan, ibu pun minta di antar kembali ke Samarinda. Setelah dua minggu ibu berkabar sudah baikan. Diawal bulan Oktober mendadak ibu berpesan, ibu sakit radang parah, g bisa ngomong, sakit nelan sesuatu. Tapi ibu mau di belikan sawo matang di gundukan (api-api). Dan di hari jumat sore kala itu kami bawakan sawo tersebut ke Samarinda dan di makan dirasakan tidak sampai setengah buah. Pada Sabtu pagi ibu meminta di masakkan semur tahu tempe, bersyukur masih bisa merawat ibu juga menyuapinya, mendampingi mck, dll. Agak nya jam 11 ibu mengusir kami, agar lekas pulang karena khawatir kasian anak-anak yang kami tinggal walaupun ada mbah mamak yang menjaga. Alhasil kamipun pulang namun sebelumnya saat berpamitan, Ya Allah tanda itu, hidung itu sudah berbeda wujudnya. Namun tetap berdoa dalam lubuh hati terdalam berharap semua akan baik-baik saja.Â
Begitu tiba di rumah anak pertama kami Aqeyla demam dan ba'da Magrib di urut. Lalu ketika Minggu sore, terdapat pesan dari lik Jum bahwa ibu sudah drop lagi, dan bapak juga menelepon ibu di bawa ke RS SMC. Tanpa aba-aba kami pun meluncur ke Samarinda dengan adik kami Toni membawa motor dan tiba di RS. SMC sekira jam 11 malam. Saat itu ibu masih melihat kami, dan bertitah " owalah nduk yan melas anak mu". Setelahnya kembali memejamkan mata. Singkat cerita di pindahkan ke ruang HCU kami pun bermalam di Rumah sakit tersebut.